SETELAH lama ditunggu-tunggu, akhirnya PDIP mengumumkan nama calon presidennya untuk berlaga di Pilpres 2024. Nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dipilih Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai suksesor Joko Widodo.
Megawati mendengar suara akar rumput dan mengenyampingkan putrinya sendiri, Puan Maharani untuk memberi jalan Ganjar Pranowo di pentas politik nasional.
Megawati adalah sedikit tokoh politik nasional berkaliber “pandhito” yang memprioritaskan orang lain ketimbang kerabatnya sendiri untuk menikmati endorse partai. Salut untuk Bu Megawati yang telah memberi jalan anak muda menjadi pemimpin bangsa.
Usai nama Ganjar Pranowo diumumkan sebagai calon presiden oleh Megawati, sontak jagat media sosial menjadi riuh. Hastag Ganjar capres PDI-P terus bergema di lini masa.
Sedangkan di atmosfer politik nasional, Sandiago Uno semakin menebalkan keinginannya untuk “hengkang” sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan beralih mengenakan jaket hijau sebagai kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di Partai Amanat Nasional (PAN), ketua umumnya Zulkifli Hasan bertekad segera menggelar pertemuan dengan para sekondannya di Koalisi Indonesia Bersatu untuk mencari formula yang tepat pascapengumuman PDI-P menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres.
Di hari pertama Lebaran, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto “sowan” menemui Presiden Jokowi di Sumber, Solo.
Menjadi menarik setelah beberapa jam sebelumnya di pelataran Masjid Sheikh Zayed Solo usai menjalankan ibadah shalat Idul Fitri, Jokowi menjawab pertanyaan wartawan.
Kepada pekerja media, Jokowi menjawab pertanyaan soal sosok yang pantas mendampingi Ganjar sebagai Capres. Ada nama Menteri BUMN Erick Thohir. Selanjutnya sosok Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Berikutnya, Gubernur Jawa Barat yang baru “resmi” menjadi kader Partai Golkar Ridwan Kamil. Lalu nama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Tidak ketinggalan figur Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto serta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Justru yang menarik, Jokowi juga “mengendors” nama Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Cawapres.
Usai pencapresan Ganjar Pranowo, bisa dipastikan bandul politik akan bergerak ke sana kemari.
Kubu Anies Baswedan yang didukung Nasdem, Demokrat, dan PKS tentu akan semakin mensolidkan barisannya mengingat kecil peluangnya menggaet partai-partai di parlemen lain untuk bergabung selain partai baru seperti Partai Ummat yang dibesut Amien Rais.
Di tengah stagnannya proses pencarian calon “pengantin” yang akan mendampingi Mantan Gubernur Anies Baswedan, PKS terlihat paling rajin dan aktif menggaet Cawapres yang dianggap potensial usai nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, “jalan di tempat”.
Nama-nama Cawapres potensial seperti bekas pasangan Anies Baswedan di Pilgub DKI, Sandiaga Uno hingga Mahfud MD yang elektabililtasnya terkatrol naik usai kasus potensi penyalahgunaan ratusan triliun di Kementerian Keuangan, ditawarkan PKS untuk menjadi bakal Cawapres Anies Baswedan.
Demokrat yang masih “ngos-ngosan” menyorongkan nama ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyomo (AHY) sebagai pendamping Anies Baswedan tentu kesal dan kecewa dengan sikap PKS yang terlalu “genit”.
Tidak urung Nasdem juga senada dengan sikap Demokrat yang begitu gundah gulana dengan manuver PKS yang terlalu “kreatif”.
Dari strategi politik, PKS tentu punya alasan yang sah mengingat PKS tidak ingin Anies Baswedan tersandera oleh resultan tarik menarik kepentingan partai-partai.