Salin Artikel

Perubahan "Puzzle" Koalisi Pasca-pencapresan Ganjar oleh PDI-P

Megawati mendengar suara akar rumput dan mengenyampingkan putrinya sendiri, Puan Maharani untuk memberi jalan Ganjar Pranowo di pentas politik nasional.

Megawati adalah sedikit tokoh politik nasional berkaliber “pandhito” yang memprioritaskan orang lain ketimbang kerabatnya sendiri untuk menikmati endorse partai. Salut untuk Bu Megawati yang telah memberi jalan anak muda menjadi pemimpin bangsa.

Usai nama Ganjar Pranowo diumumkan sebagai calon presiden oleh Megawati, sontak jagat media sosial menjadi riuh. Hastag Ganjar capres PDI-P terus bergema di lini masa.

Sedangkan di atmosfer politik nasional, Sandiago Uno semakin menebalkan keinginannya untuk “hengkang” sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan beralih mengenakan jaket hijau sebagai kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Di Partai Amanat Nasional (PAN), ketua umumnya Zulkifli Hasan bertekad segera menggelar pertemuan dengan para sekondannya di Koalisi Indonesia Bersatu untuk mencari formula yang tepat pascapengumuman PDI-P menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres.

Di hari pertama Lebaran, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto “sowan” menemui Presiden Jokowi di Sumber, Solo.

Menjadi menarik setelah beberapa jam sebelumnya di pelataran Masjid Sheikh Zayed Solo usai menjalankan ibadah shalat Idul Fitri, Jokowi menjawab pertanyaan wartawan.

Kepada pekerja media, Jokowi menjawab pertanyaan soal sosok yang pantas mendampingi Ganjar sebagai Capres. Ada nama Menteri BUMN Erick Thohir. Selanjutnya sosok Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.

Berikutnya, Gubernur Jawa Barat yang baru “resmi” menjadi kader Partai Golkar Ridwan Kamil. Lalu nama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

Tidak ketinggalan figur Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto serta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.

Justru yang menarik, Jokowi juga “mengendors” nama Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Cawapres.

Usai pencapresan Ganjar Pranowo, bisa dipastikan bandul politik akan bergerak ke sana kemari.

Kubu Anies Baswedan yang didukung Nasdem, Demokrat, dan PKS tentu akan semakin mensolidkan barisannya mengingat kecil peluangnya menggaet partai-partai di parlemen lain untuk bergabung selain partai baru seperti Partai Ummat yang dibesut Amien Rais.

Di tengah stagnannya proses pencarian calon “pengantin” yang akan mendampingi Mantan Gubernur Anies Baswedan, PKS terlihat paling rajin dan aktif menggaet Cawapres yang dianggap potensial usai nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, “jalan di tempat”.

Nama-nama Cawapres potensial seperti bekas pasangan Anies Baswedan di Pilgub DKI, Sandiaga Uno hingga Mahfud MD yang elektabililtasnya terkatrol naik usai kasus potensi penyalahgunaan ratusan triliun di Kementerian Keuangan, ditawarkan PKS untuk menjadi bakal Cawapres Anies Baswedan.

Demokrat yang masih “ngos-ngosan” menyorongkan nama ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyomo (AHY) sebagai pendamping Anies Baswedan tentu kesal dan kecewa dengan sikap PKS yang terlalu “genit”.

Tidak urung Nasdem juga senada dengan sikap Demokrat yang begitu gundah gulana dengan manuver PKS yang terlalu “kreatif”.

Dari strategi politik, PKS tentu punya alasan yang sah mengingat PKS tidak ingin Anies Baswedan tersandera oleh resultan tarik menarik kepentingan partai-partai.

PKS tentu tidak ingin Anies Baswedan selamanya akan “jomblo” dan ke depannya akan merugikan kepentingan PKS sendiri.

Akankah peta koalisi berubah?

Pasca-pencapresan Ganjar oleh PDI-P, “puzzle-puzzle” partai dalam beragam koalisi pasti akan berubah.

Jika Koalisi Perubahan untuk Perbaikan yang mendukung pencapresan Anies Baswedan diperkirakan akan semakin solid karena tinggal menetapkan Cawapres, maka kondisi seperti ini tidak terjadi di Koalisi Indonesia Bersatu.

Golkar yang tidak memiliki DNA “oposisi” serta PPP dan PAN yang cenderung mencari “aman” karena menyadari beratnya raihan suara di Pemilu 2024 mendatang, pasti akan memilih jalan pragmatis.

Ketiga partai tersebut akan menempuh jalan kemenangan dengan melabuhkan suaranya kepada capres yang paling potensial.

Golkar, PPP, dan PAN juga ingin memastikan akomodasi politik berupa kursi di kabinet andai capres yang disokongnya menang.

Beberapa kader PPP maupun PAN secara terbuka mendukung Ganjar, bahkan Rapat Kerja Nasional PAN di Semarang beberapa waktu lalu, sempat menggadang-gadang pasangan Ganjar dengan Erick Thohir.

Sementara Koalisi Indonesia Raya yang digagas Gerindra dan PKB juga “idem dito” seperti halnya Koalisi Perubahan untuk Perbaikan.

Koalisi Gerindra dan PKB hanya sebatas menyepakati penunjukan Prabowo sebagai capres dan “tidak” untuk Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres.

Keinginan elite-elite Gerindra ternyata tidak linear dengan menggebu-gebunya harapan internal PKB yang bertekad menyodorkan nama Cak Imin sebagai cawapres.

Kalangan “dalam” Gerindra malah lebih “sreg” jika nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang digaet Prabowo mengingat pengalaman teritorial dan birokrasi Khofifah lebih komplet dibandingkan Cak Imin.

Beberapa kali Prabowo menemui Khofifah termasuk elite-elite Gerindra yang menjumpai Gubernur Khofifah di Surabaya.

Pengalaman “tempur” Khofifah yang teruji di palagan Pilgub Jawa Timur yang “berdarah-darah” sesuai dengan karakter Prabowo.

Sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nadhatul Ulama empat periode, potensi ceruk suara Khofifah tidak diragukan lagi.

Gagasan elite-elite Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Indonesia Raya untuk melebur menjadi koalisi besar kini juga menjadi tanya tanya usai pencapresan Ganjar.

Sebelum Ganjar diumumkan sebagai capres dari PDI-P, silih berganti elite-elite partai dari PKB, Golkar, PAN, Perindo, PSI, dan PBB “menyambangi” Prabowo Subianto.

Dengan pencapresan Ganjar bisa jadi gagasan koalisi besar akan menjadi koalisi “langsing”. Ego antarpartai yang sulit dikompromikan menjadi penyebab koalisi ini hanya akan bernasib seumur jagung.

Pragmatisme politik semakin kental dengan meluruhkan pada capres yang potensial menang.

Jika Gerindra gigih memosisikan Prabowo Subianto sebagai capres, tidak ketinggalan Airlangga Hartarto juga “ngotot” ingin dipasang sebagai kandidat RI-1.

Sementara pasar Cawapres juga tidak kalah riunya di koalisi “gemuk” itu. Muhaimin Iskandar dari PKB bahkan Yusril Ihza Mahendra dari PBB juga “keukeuh” ingin dipinang menjadi cawapres.

Tidak ada yang mengalah dan tidak ada yang tahu diri. Ambisi masing-masing ketua umum dan elite-elite partai dengan mengenyampinkan elektoralnya, kerap tidak mau bergeser dari posisi tawarnya. Seperti produk kecap manis, mereka ingin selalu nomor satu.

Pasca-pencapresan Ganjar Pranowo, beberapa partai yang tergabung di koalisi pendukung pemerintahan Jokowi tentu akan realistis melihat “rapor” elektoral masing-masing kandidat.

Apakah tetap mendukung Prabowo Subianto atau mengalihkan dukungan kepada Ganjar Pranowo.

Saya menduga Golkar, PPP, PAN, PSI, dan Perindo akan sangat realistis dengan mengalihkan dukungan kepada Ganjar.

Rumus politik partai-partai yang tidak akan membelot dari koalisi besar begitu simpel, yakni ingin melanjutkan kepemimpinan Jokowi dan sesuai dengan pilihan politik Jokowi terkiwari.

Merujuk teori kepartaian, ada peluang bagi partai-partai politik dalam berkoalisi. Koalisi bisa dibentuk pada pentas pemilu dengan orientasi primer bekerja sama memenangkan pemilu.

Koalisi tersebut idealnya bersifat voluntaristik, di mana partai politik bersepakat untuk menjalin hubungan secara sukarela sebab kedekatan ideologi.

Konsekuensinya, partai politik bersepakat membentuk koalisi dan melakukan aktivitas kampanye secara beserta-sama untuk meraih suara terbanyak pada pemilu.

Koalisi pada dasarnya dibentuk untuk memenuhi kondisi tertentu sebagai syarat peserta pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, misalnya, mengisyaratkan raihan minimal kursi 20 persen di parlemen bagi partai politik guna mencalonkan presiden serta Wapres.

Bagi partai politik yang memiliki kursi 20 persen seperti PDI-P bisa mencalonkan sendiri tanpa wajib berkoalisi dengan partai-partai politik lainnya.

Jika tidak, maka diwajibkan untuk berkoalisi dengan partai politik lainnya guna mencapai jumlah dukungan minimal 20 persen kursi di DPR.

Dukungan beberapa partai politik di antaranya PDI-P, Nasdem, Golkar, PKB, PPP, Hanura, PSI, Perindo, dan PKPI di Pilpres 2019 untuk pasangan Jokowi – Amin serta Prabowo-Sandi disokong beberapa partai politik, yakni Gerindra, PAN, Demokrat dan PKS akibat tidak terdapat satupun partai politik di Pemilu 2014 meraih kursi 20 persen atau capaian 112 kursi di DPR.

Akankah pascapencapresan Ganjar di pentas Pilpes 2024 diramaikan oleh tiga pasangan capres-cawapres? Mungkinkah akan terjadi “head to head” antardua pasangan saja?

Samar-samar saya mendengar sayup lagu “Tugiman” yang didengungkan penyanyi cilik Farel Prayoga.

Piye kabare, idamanku?
Wis rindu, ra sabar ngerti senyummu
Maem, t'rus ngopi, dandan rapi
Ra lali minyak'e wangi

Tenan, sampeyan idaman
Metu ko omah dadi rebutan
Sabar, ora jual mahal
Yen kok jak dolan
Langsung gas, budhal

Pak e, Buk e, iku pilihanku
Tulung lamarke nggo aku
Yen ra dekne, mendhing aku dhewe
Ra kowe, ora wae

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/24/06000021/perubahan-puzzle-koalisi-pasca-pencapresan-ganjar-oleh-pdi-p

Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke