Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Grasi Merri Utami Jadi Perkembangan Positif Pencegahan Hukuman Mati di Indonesia

Kompas.com - 14/04/2023, 22:07 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai positif Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkotika Merri Utami.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, grasi yang diterima Merri Utami merupakan perkembangan pencegahan hukuman mati di Indonesia.

"Grasi yang diberikan kepada Merri Utami merupakan perkembangan positif terhadap upaya pencegahan penerapan hukuman mati di Indonesia," ujar Atnike kepada Kompas.com lewat pesan singkat, Jumat (14/4/2023).

Dengan adanya grasi Merri Utami, Atnike berharap langkah pemberian grasi atau komutasi hukuman mati bisa semakin dipertimbangkan di masa depan.

"Terlebih, terpidana mati yang telah ditahan cukup lama seperti kasus Merri Utami," katanya.

Baca juga: Komnas Perempuan Apresiasi Langkah Jokowi Berikan Grasi untuk Merri Utami

Di sisi lain, Atnike juga menilai grasi yang diterima Merri Utami sesuai dengan hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

"Hal ini sejalan dengan perubahan aturan KUHP yang baru, yang menempatkan hukuman mati bukan sebagai hukuman pokok," ujarnya.

Adapun grasi yang diberikan Jokowi pada Merri Utami diterbitkan pada 27 Februari 2023.

Namun, Merri baru mengabarkan kepada kuasa hukumnya dari LBH Masyarakat, Aisyah, pada 24 Maret 2023 melalui sambungan telepon.

Saat mendapat kabar tersebut, Aisyah tidak langsung percaya. Kemudian, tim LBH Masyarakat mencoba melakukan konfirmasi melalui Kementerian Hukum dan HAM.

Pada 6 April 2023, LBH Masyarakat kemudian datang ke Lapas memastikan hukuman dari Merri Utami sudah berubah setelah mendapat grasi dari Jokowi.

Baca juga: Kisah Merri Utami Lolos dari Eksekuti Mati, 22 Tahun Dipenjara karena Dijebak Sindikat Narkoba

Sebagai informasi, Merri Utami merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001 silam.

Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.

Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri Utami sebagai korban perdagangan orang.

Sebab, Merri hanya dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Baca juga: LBH Masyarakat Apresiasi Jokowi Beri Grasi untuk Terpidana Mati Merri Utami

Saat diserahkan, Merri Utami curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya.

Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut tas yang dibawa berat karena kualitas kulit yang bagus.

Kemudian, Merri Utami membawa tas itu seorang diri ke Jakarta melalui bandara Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001.

Merri Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.

Baca juga: Komnas Perempuan Dorong Grasi untuk Merri Utami Jadi Rujukan Periksa Ulang Kondisi Perempuan Terpidana Mati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan soal Uang, tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com