JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai, komunikasi politik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mulai berubah beberapa waktu terakhir.
Dahulu, Menteri Pertahanan itu terlihat ingin mencitrakan diri sebagai sosok yang tegas dan berwibawa. Kini, ia seakan hendak mengikuti “selera pasar” dengan mencitrakan diri sebagai sosok merakyat.
“Kita tahu selama ini kan Pak Prabowo dipersepsikan sebagai orang yang tegas, berwibawa. Padahal pilihan masyarakat itu paling banyak (memilih figur capres) alasannya karena merakyat,” kata Djayadi dalam rilis survei daring, Minggu (9/4/2023).
Baca juga: Dasco: Sandiaga Uno Sudah Pamit ke Prabowo
Perubahan gaya komunikasi ini terlihat dalam banyak hal. Contoh sederhananya, beberapa waktu lalu media sosial Prabowo mengunggah foto mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu berbuka puasa menggunakan nasi bungkus.
Menurut Djayadi, Prabowo dan timnya berupaya mencontoh gaya komunikasi Presiden Joko Widodo yang sejak dulu dicitrakan sebagai sosok merakyat.
Gaya komunikasi demikian disesuaikan dengan Prabowo yang kini berada di barisan pemerintahan dan dicitrakan dekat dengan Jokowi.
“Jadi kelihatannya ada perubahan gaya sosialisasi dari Pak Prabowo yang lebih mengikuti cara-cara yang sesuai dengan caranya Jokowi,” ujar Djayadi.
Baca juga: Sandiaga Pamit Keluar dari Gerindra, Prabowo Minta Dipikirkan Lagi
Djayadi pun menduga, gaya Prabowo yang lebih merakyat ini berhasil menunjang elektabilitasnya sebagai kandidat calon presiden (capres) Pemilu 2024.
Menurut survei terbaru LSI, elektabilitas Prabowo berada di urutan wahid yakni 30,3 persen. Angka itu naik signifikan dibanding survei Februari 2023 yang mana elektabilitas Prabowo saat itu sebesar 26,7 persen.
Sementara, pada survei Januari 2023, tingkat elektoral Prabowo lebih rendah lagi, yakni 23,2 persen.
Prabowo berhasil menggeser Ganjar Pranowo yang kini berada di peringkat kedua dengan elektabilitas 26,9 persen. Tingkat elektoral Gubernur Jawa Tengah itu anjlok 8,1 persen dari sebelumnya 35,0 persen.
Sementara, di urutan ketiga ada nama mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan tingkat elektoral 25,3 persen.
Menurut Djayadi, munculnya sinyal dukungan atau endorsement yang berulang kali diisyaratkan Jokowi ke Prabowo menjadi salah satu faktor pendongkrak elektabilitas pimpinan tertinggi Gerindra itu, sekaligus menjadi penyebab turunnya elektoral Ganjar.
Memang, sebelumnya, Ganjar dicitrakan sebagai sosok penerus Jokowi. Pemilih Jokowi pada Pemilu 2019 lalu disebut-sebut bakal memberikan dukungannya buat Ganjar.
Namun, karena kerapnya Prabowo di-endorse Jokowi, sebagian massa presiden perlahan mulai berpindah ke Prabowo, tak lagi semata-mata di pihak Ganjar.