JAKARTA, KOMPAS.com - Project Officer The Partnership for Governance Reform Kemitraan Refki Saputra mengatakan, pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menandakan bahwa sebagian besar keputusan DPR bergantung pada modal dan elite partai politik.
Refki dalam konferensi pers daring "Menyoal Komitmen Pembahasan RUU Perampasan Aset" yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (3/4/2023), mengatakan bahwa sebagian besar partai politik tidak dibentuk melalui basis kader.
"Aset terbesar dari partai politik bukan di kapasitas kader tapi kapasitas modal atau kapasitas pengaruh dari elite partai," ujar Refki dalam siaran Youtube ICW, dikutip pada Senin (3/4/2023).
Lebih lanjut, Refki menyebutkan bahwa hal itu bersifat ahistoris.
Baca juga: Bambang Pacul Tak Berani Golkan RUU Perampasan Aset, ICW: Tak Layak Jadi Anggota DPR
Sebab, dalam sejarahnya, partai politik muncul dalam rangka memperjuangkan ide yang dihimpun dari masyarakat.
"Mekanisme partai juga ternyata enggak ada. Mekanisme bagaimana menghimpun aspirasi masyarakat kemudian aspirasi itu digodok di dalam internal partai, baru kemudian diambil keputusan atau sikap partai. Itu ternyata enggak ada," ujar Refki.
Refki mengatakan, hal itu juga tidak hanya berlaku di DPR, tetapi juga kader-kader yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah seperti bupati atau wali kota.
Dalam konferensi pers yang sama, pengamat hukum Pusat Studi Kejahatan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Ari Wibowo juga mengatakan bahwa pernyataan Bambang Pacul itu mengakomodasi kepentingan elite parpol, alih-alih rakyat.
Baca juga: Pengamat: Tanpa UU Perampasan Aset, Pemberantasan Kejahatan Ekonomi Tak Akan Efektif
"Kami kecewa dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Komisi III Pak Bambang Wuryanto. Kenapa? Ini mengonfirmasi bahwa selama ini pembahasan UU di DPR itu didominasi oleh kepentingan elite politik," kata Ari.
Ari menyampaikan, indikasi adanya dominasi elite partai politik dalam pembahasan RUU di DPR sudah sejak lama tercium. Namun, menurut dia, pernyataan Bambang Pacul secara eksplisit makin menegaskan hal tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul secara terang-terangan mengaku tidak bisa mengesahkan RUU Perampasan Aset maupun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh ketum parpol.
Pernyataan itu disampaikan Bambang Pacul menjawab permohonan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD agar DPR segera mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.
Baca juga: ICW: Pemerintah Jangan Tunda Kirim Surpres ke DPR agar RUU Perampasan Aset Segera Dibahas
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul, berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," ujar Bambang lalu diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dimaksud. Hanya, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.