JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya meminta Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul untuk tidak ngawur terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi UU.
Pasalnya, Pacul mengatakan bahwa dia harus terlebih dahulu menelepon 'ibu' atau ketua umum partai politik apabila ingin mengesahkan RUU Perampasan Aset.
"Enggak usah kita ngawur-ngawur," ujar Willy saat ditemui di Akmani Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023).
Willy menjelaskan, DPR tidak membutuhkan izin dari ketua umum parpolnya masing-masing ketika hendak mengesahkan sebuah RUU.
Willy pun meminta Pacul untuk membuka kembali tata tertib (tatib) di DPR.
"Kata siapa? Dia baca tatib lah. Kalau orang enggak baca tatib gimana? Enggak ada hubungan parpol," ucapnya.
Menurut Willy, kekuatan DPR ada di tata tertib. Sebab, ada banyak perbedaan kepentingan antara satu fraksi dengan fraksi lainnya.
Willy menyarankan Pacul untuk tidak terus menerus melawak. Dia mengingatkan Pacul agar menjalani hidup sesuai aturan yang sudah tertulis saja.
"Jangan kemudian lucu-lucu hidup ini, apa yang sudah tertulis itu saja yang kita ikutin," imbuh Willy.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
Ini dia sampaikan menjawab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan dua RUU tersebut.
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul, berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Baca juga: Publik Soroti Kekayaan Pejabat, KPK Sebut Jadi Momentum Sahkan RUU Perampasan Aset
Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dimaksud. Hanya saja, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," ujarnya.
Memang, kata Bambang, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan. Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu itu mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya.
"Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka enggak jadi (anggota DPR) lagi," katanya, lagi-lagi diikuti tawa para anggota DPR.
Bambang menegaskan, sikapnya ini sama dengan anggota DPR lain. Seluruh legislator, kata dia, tunduk ke "bos" masing-masing.
"Lobinya jangan di sini, Pak. Ini semua nurut bosnya masing-masing," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.