Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Soal Dugaan TPPU Lukas Enembe: Tungggu Saja Dalam Waktu Dekat

Kompas.com - 29/03/2023, 17:13 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penanganan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gubernur Papua, Lukas Enembe tinggal menunggu waktu.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, saat ini dugaan TPPU itu sedang didalami lembaga antirasuah.

“Untuk TPPU-nya Lukas Enembe, sedang didalami. Tunggu saja dalam waktu dekat,” kata Asep dalam keterangannya, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: Terduga Penyuap Lukas Enembe Segera Disidang di Pengadilan Tipikor Jakpus

Sebagaimana diketahui, KPK memang berwenang mengusut dugaan pencucian uang.

Namun, pengusutan TPPU itu terbatas pada kasus dengan predicate crime atau pidana pokok kasus korupsi.

Diketahui, KPK telah membekukan uang Rp Rp 81,8 miliar dan 31.559 dollar Singapura milik tersangka dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Selain itu, KPK juga menyita uang Lukas sebesar Rp 50,7 miliar.

Baca juga: KPK: Lukas Enembe Mogok Minum Obat, tapi Cuma 2 Hari

KPK juga menelusuri aset-aset Lukas Enembe di berbagai daerah. KPK kemudian menyita emas batangan, cincin batu mulia, dan empat unit mobil.

“Tim juga juga telah membekukan uang dalam rekening sekitar Rp 81,8 miliar dan 31.559 dollar Singapura,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih, Kamis (16/3/2023).

Ali mengatakan, penyidikan kasus korupsi Lukas terus didalami penyidik. Sejauh ini, sebanyak 90 orang saksi telah diperiksa, termasuk ahli digital forensik, ahli accounting forensik dan ahli kesehatan.

Pada kesempatan tersebut, Ali menyebut KPK terus mengembangkan kasus Lukas dan membuka peluang penerapan pasal lain.

Baca juga: Drama Baru Lukas Enembe di Tahanan KPK: Klaim Ubi Busuk hingga Mogok Minum Obat

“Kemungkinan penerapan pasal maupun ketentuan undang-undang lainnya untuk mengoptimalkan asset recovery yang dinikmati tersangka,” ujar Ali.

Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.

Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.

Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.

Baca juga: Lukas Enembe Mogok Minum Obat, KPK akan Koordinasi dengan IDI

Lukas sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sebanyak dua kali.

Pengacara Lukas berkali-kali menyampaikan bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura atau kondisinya akan semakin buruk.

Sementara itu, KPK menilai fasilitas kesehatan di dalam negeri masih cukup untuk mengobati Lukas Enembe.

KPK pun membenarkan bahwa Lukas sedang sakit. Namun, kondisinya tidak seburuk sebagaimana digambarkan para pengacaranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com