Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai MAKI Tak Miliki “Legal Standing” Ajukan Praperadilan Terkait Lili Pintauli

Kompas.com - 28/03/2023, 13:35 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan gugatan praperadilan terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan terhadap mantan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siragar.

Adapun MAKI menggugat KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penghentian penyidikan atas dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan Lili.

Koordinator Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto menyebut, MAKI dalam permohonanannya menyatakan bahwa mereka merupakan organisasi kemasyarakatan.

Namun, KPK berpandangan kedudukan hukum yang disebutkan MAKI tidak seperti yang diatur dalam undang-undang.

“Menurut termohon, pemohon tidak memiliki status kedudukan hukum atau legal standing yang sah sebagai suatu oganisasi masyarakat,” kata Iskandar dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).

Baca juga: Hari Ini, KPK dan Dewas Beri Jawaban Gugatan Praperadilan MAKI Terkait Lili Pintauli

Iskandar menyebutkan bahwa organisasi masyarakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang (UU Ormas).

Selain itu, organisasi masyarakat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau PP Nomor 58 Tahun 2016.

Berdasarkan ketentuan tersebut, kata Iskandar, suatu organisasi masyarakat dapat melakukan tindakan hukum yang sah in casu pengajuan permohonan atau gugatan hukum jika memiliki surat keterangan terdaftar (ST) yang diterbitkan oleh menteri yang masih berlaku saat perkara didaftarkan dan sidang berlangsung.

Sementara itu, menurut Iskandar, saat MAKI mendaftarkan gugatan ke pengadilan, SKT-nya sudah tidak berlaku.

“Sehingga saat pemohon mengajukan pendaftaran perkara praperadilan aquo pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregistrasi dengan nomor 16/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel, maka secara jelas dan nyata diketahui bahwa SKT yang dimiliki pemohon sudah tidak berlaku sejak tanggal 9 November 2017,” papar Iskandar.

Atas dasar itulah, pihak KPK menilai MAKI tidak memiliki legal standing.

Baca juga: MAKI Nilai KPK Hentikan Penyidikan Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli secara Tidak Sah

Adapun gugatan ini diajukan MAKI ke PN Jakarta Selatan dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan terhadap adanya dugaan gratifikasi yang melibatkan Lili Pintauli Siregar saat menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Dilansir dari SIPP PN Jakarta Selatan, gugatan dengan nomor perkara 16/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL yang diajukan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penghentian penyidikan didaftarkan MAKI pada Rabu (22/2/2023).

Dalam petitumnya, MAKI meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

MAKI juga meminta hakim menyatakan PN Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan pemeriksaan Praperadilan atas perkara a quo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com