Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSHK Desak Guntur Hamzah Mundur demi Jaga Marwah MK

Kompas.com - 21/03/2023, 20:36 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak hakim konstitusi Guntur Hamzah untuk mundur dari jabatan hakim konstitusi karena terbukti melanggar etik dan asas integritas pada hari pertama menjabat, 23 November 2022.

Adapun Guntur terbukti melanggar etik berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Senin (20/3/2023), yang menjatuhi sanksi teguran tertulis lantaran mengubah frasa dalam putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

"Pengunduran diri ini penting untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi agar tetap mendapat kepercayaan dari publik," kata peneliti PSHK Fajri Nursyamsi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Dinyatakan Melanggar Asas Integritas, Guntur Hamzah Perlu Mundur dari Hakim MK?

Apa pun yang terjadi, Guntur dinilai perlu angkat kaki dari posisinya sebagai hakim pada lembaga pengawal konstitusi itu.

Sebelumnya, Guntur merupakan Sekretaris Jenderal MK. Ia mendadak diusulkan DPR RI menggantikan eks hakim konstitusi Aswanto yang dicopot sepihak secara inkonstitusional oleh Dewan.

Pada hari pertamanya bertugas, tepatnya sekitar 6 jam setelah dilantik di Istana, Guntur langsung ikut dalam sidang pembacaan beberapa putusan MK, termasuk perkara nomor 103/PUU-XX/2022 yang menguji pasal pemberhentian hakim MK.

"PSHK mendesak DPR segera mencabut mandat Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi dan mengembalikan Aswanto sebagai hakim Konstitusi karena pengangkatan Guntur Hamzah terbukti melanggar UU MK dan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022," kata Fajri.

Pertimbangan MKMK

MKMK menyampaikan beberapa pertimbangan di balik sanksi tersebut.

MKMK menilai, usulan perubahan substansi ketika putusan dibacakan merupakan hal wajar di MK karena tidak adanya prosedur baku. Namun, hal itu dapat diterima selama usul perumahan itu disetujui 8 hakim lain.

Baca juga: Terungkap, Detik-detik dan Alasan Guntur Hamzah Ubah Putusan MK Terkait Aswanto

Akan tetapi, dalam kasus Guntur, MKMK tak menemukan adanya upaya meminta persetujuan dari 8 hakim konstitusi lain atau setidak-tidaknya hakim drafter dalam perkara tersebut.

Yang terjadi, para hakim konstitusi, minus Arief Hidayat, baru mengetahui perubahan substansi ini pada Rapar Permusyawaratan Hakim (RPH) setelah pemberitahuan dari panitera.

"Majelis Kehormatan berpendapat bahwa persetujuan demikian tidak pernah terjadi bahkan tidak pernah dimintakan selain kepada hakim Arief Hidayat," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan etik, Senin (20/3/2023).

MKMK juga menyoroti bahwa kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi.

Namun, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat apakah tindakan Guntur bermotif pribadi untuk memperkuat keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.

Hal yang memberatkan dan meringankan

MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com