JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak-pihak yang memalsukan data diri daftar pemilih dan menggunakan hak suara lebih dari satu kali pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 masing-masing terancam dipenjara selama 1 tahun dan 18 bulan.
Dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan kedua perbuatan itu tergolong dalam tindak pidana Pemilu.
Ancaman sanksi bagi orang yang memalsukan data diri daftar pemilih tercantum dalam Pasal 488 UU Pemilu.
Baca juga: Saan Mustopa: Untuk sampai ke Pemilu 2024 Tampaknya Tidak Gampang
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,” demikian isi Pasal 488 UU Pemilu.
Kemudian ancaman sanksi bagi pihak-pihak yang memberikan suara lebih dari 1 kali pada Pemilu 2024 termaktub dalam Pasal 516 UU Pemilu.
“Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,” demikian isi Pasal 516 UU Pemilu.
Baca juga: Komisi II DPR Kecewa KPU Anggap Enteng Gugatan Pemilu, Sentil Komisioner Malah ke Luar Negeri
Lembaga yang diberi wewenang untuk mengadili tindak pidana pemilu adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Hal itu tercantum dalam Pasal 2 huruf b Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2018.
Sedangkan laporan dugaan tindak pidana Pemilu diterima oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan.
Setelah diterima oleh Bawaslu dan perangkatnya, laporan dugaan tindak pidana Pemilu itu diteruskan kepada Polri paling lama 1x24 jam sejak laporan dibuat.
Baca juga: Demokrat Nilai Berhasil Tidaknya Upaya Penundaan Pemilu Tergantung Sikap Jokowi
Jika bukti-bukti lengkap, maka kasus tindak pidana Pemilu itu diserahkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di Pengadilan Negeri. Jika terdakwa tidak menerima vonis, dia bisa melakukan banding hingga Pengadilan Tinggi.
Nantinya Pengadilan Tinggi menjadi lembaga terakhir yang memutus banding dan mengikat serta tidak bisa dilakukan upaya hukum lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.