Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Diputus 2008, MK Dinilai Harus Tolak Gugatan Sistem Pemilu

Kompas.com - 08/03/2023, 22:42 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang memproses gugatan sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional untuk kembali menjadi proporsional tertutup.

Padahal menurut Feri, pada 2008 MK sudah memutuskan sistem Pemilu proporsional tertutup tidak digunakan lagi. Maka dari itu menurut dia gugatan terkait sistem Pemilu kali ini sebaiknya tidak dikabulkan karena bakal melanggar prinsip putusan sebelumnya.

"Semestinya MK sendiri punya dismissal process (mekanisme penolakan) yang tegas. Kalau segala sesuatu yang pernah diputus oleh MK tidak boleh disidangkan kembali. Karena itu persidangan ini melanggar prinsip sifat putusan MK yang final dan binding (mengikat)," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: Yusril: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lemahkan Parpol secara Struktural

"Kalau sudah final kok disidangkan kembali? Jadi ini tidak benar," lanjut Feri.

Menurut Feri, seharusnya partai politik bersama-sama rakyat mengecam gugatan terhadap sistem Pemilu yang dilakukan di tengah tahapan yang tengah berjalan.

Apalagi pelaksanaan Pemilu semakin dekat dan jika MK memutuskan mengabulkan gugatan maka akan berdampak besar terhadap tahapan Pemilu.

"Apalagi ini sudah sangat dekat di hari-hari H pemilu. Oleh sebab itu menurut saya harus ada sikap yang tegas dari partai-partai yang ada ini (perubahan sistem Pemilu) tidak boleh dilakukan," ucap Feri.

Baca juga: PDI-P Kembali Singgung Sistem Pemilu Saat Ditanya Hasil Survei Kepercayaan Publik terhadap Parpol dan DPR Rendah

Sistem proporsional tertutup sebenarnya pernah digunakan dalam pemilu di Indonesia. Yakni pada masa pemerintahan Sukarno dan Orde Baru hingga Pemilu 2004.

Akan tetapi, Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008 memutuskan tidak lagi menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup.

Sebanyak 6 orang menjadi pemohon gugatan sistem pemilu proporsional terbuka di MK. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Yuwono Pintadi Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan, Jawa Tengah), dan Nono Marijono (warga Depok, Jawa Barat).

Sebanyak 8 fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak penerapan sistem proporsional tertutup.

Baca juga: Jelang Putusan MK soal Sistem Pemilu, PDI-P: Prinsipnya, Kami Siap Terbuka atau Tertutup

Mereka yang menolak adalah Fraksi Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, NasDem, Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Sistem pemilu proporsional tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari sistem itu di antaranya dapat meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan serta mendorong institusionalisasi partai.

Selain itu, kelebihan lainnya ialah memudahkan partai politik dalam mengisi kuota perempuan atau kelompok etnis minoritas. Hal ini karena partai politik mempunyai kewenangan menentukan calon legislatifnya.

Sementara, kekurangan sistem pemilu proporsional tertutup diantaranya berpotensi menguatkan oligarki di internal partai. Selain itu juga dapat memunculkan potensi politik uang di internal partai dalam hal jual beli nomor urut.

Baca juga: SBY Anggap Perubahan Sistem Pemilu Perlu Tanya Rakyat Dulu, Bukan Jalan Pintas ke MK

Sedangkan kelebihan sistem proporsional terbuka adalah mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan, terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan kandidat.

Lalu pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada kandidat yang dikehendakinya. Selain itu, partisipasi dan kendali masyarakat meningkat sehingga mendorong peningkatan kinerja partai dan parlemen.

Sedangkan kelemahan sistem proporsional terbuka adalah membutuhkan modal politik yang cukup besar sehingga peluang terjadinya politik uang sangat tinggi. Selain itu, penghitungan hasil suara lebih rumit.

Kelemahan lain dari sistem proporsional terbuka adalah sulit menegakkan kuota gender dan etnis, muncul potensi mereduksi peran parpol dan kaderisasi, serta persaingan sengit antarkandidat di internal partai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com