Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Rafael Alun Trisambodo, KPK Diminta Gandeng Bareskrim Usut LHKPN Janggal

Kompas.com - 26/02/2023, 16:02 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, jika kesulitan dalam menelaah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang mencurigakan.

Yenti menyampaikan hal itu terkait kasus transaksi mencurigakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya disebut sudah melaporkan transaksi janggal Rafael ke KPK sejak 2012.

Bahkan di dalam LHKPN disebutkan Rafael yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Umum dengan golongan eselon III mempunyai harta mencapai Rp 56,1 miliar.

Baca juga: Ayah Mario Mundur dari ASN Ditjen Pajak, Mahfud MD: LHKPN Rafael Alun Trisambodo Harus Tetap Diselidiki

"KPK kalau enggak sanggup konfirmasi ya minta bantuan atau limpahkan ke polisi. Bareskrim. Kan bisa. Kalau sudah menemukan kejanggalan seperti itu gerakan harus cepat. Apalagi ini berkaitan dengan dugaan kejahatan keuangan ya. Penegakan hukum enggak kenal Sabtu-Minggu," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/2/2023).

Menurut Yenti, kerja sama antara KPK dan Bareskrim Polri bisa ditingkatkan guna menangani kasus-kasus semacam ini. Apalagi laporan kejanggalan transaksi Rafael sudah terdeteksi dari 11 tahun lalu tetapi tidak ditindaklanjuti oleh KPK.

Kejanggalan itu justru terkuak setelah anak Rafael, Mario Dandy Satrio, terlibat kasus penganiayaan terhadap David Latumahina, anak dari seorang pengurus GP Ansor, Jonathan Latumahina.

"Kan kita punya 3 lembaga pemberantasan korupsi. KPK, Polri, Kejaksaan. Kasih kesempatan kepada polisi. Kita menagih janji ke Kapolri, bisa enggak nih profesional, benar enggak kerjanya, kalau KPK memang ogah (menyelidiki)," ucap Yenti.

Baca juga: KPK Tepis Kabar 13.885 Pejabat Kemenkeu Tidak Lapor LHKPN

Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih ketika ditemui di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).KOMPAS.com/Devina Halim Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih ketika ditemui di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanana (Menkopolhukam) Mahfud MD, memaparkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan transaksi janggal Rafael ke KPK sejak 2012.

"Laporan kekayaan yang bersangkutan sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti," ungkap Mahfud kepada wartawan di kawasan Slipi, Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Mahfud pun berharap agar laporan PPATK itu dapat ditindaklanjuti KPK. Sehingga, asal usul kekayaan Rafael sebesar Rp 56,1 miliar dapat diaudit.

Baca juga: Pimpinan KPK Perintahkan Direktur LHKPN Terjun Periksa Rafael: Jika Perlu Datangi

Atas hal tersebut, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan bahkan menyebut kekayaan yang dimiliki Rafael "tidak nyambung" dengan profil jabatannya yang notabene merupakan seorang Kabag Umum di Kanwil Ditjen Pajak.

Secara terpisah, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, lembaganya sudah sejak lama curiga dengan transaksi di rekening yang dimiliki Rafael. Bahkan, PPATK menduga Rafael memiliki perantara sendiri.

“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan saat dihubungi awak media, Jumat (24/2/2023).

Baca juga: PPATK Benarkan Kirim Laporan Transaksi Ganjil Pejabat Pajak Rafael Alun ke KPK

Perantara itu, sebut dia, menjadi perpanjangan tangan Rafael untuk bertransaksi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com