Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Litbang "Kompas": Rakyat Puas karena Kebebasan Berpendapat dan Penuntasan Kasus Brigadir J

Kompas.com - 20/02/2023, 23:57 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Litbang Kompas Yoga mengungkapkan sejumlah alasan kenapa kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah mengalami peningkatan dari angka 62,1 persen menjadi 69,3 persen.

Yoga membeberkan masyarakat merasa mendapat kebebasan untuk berpendapat hingga punya peluang untuk ikut mengawasi pemerintah.

Hal tersebut Yoga sampaikan dalam Survei Kepemimpinan Nasional: Evaluasi Kinerja Pemerintah seperti disiarkan Space akun Twitter resmi Kompas Data, Senin (20/2/2023).

Yoga menyebutkan, faktor paling utama yang membuat apresiasi masyarakat terhadap pemerintah meningkat adalah karena kinerja.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik terhadap Kinerja Presiden Meningkat

"Kalau kita mengevaluasi sebuah pemerintahan atau capaian pemerintahan, pasti masyarakat akan melihat atau membandingkan apa yang sudah dilakukan pemerintah. Kemudian apa problem yang terjadi di masyarakat. Apakah kebijakan-kebijakan itu menjawab keresahan masyarakat," ujar Yoga.

Yoga memaparkan, bidang politik dan keamanan menjadi yang paling tinggi diapresiasi masyarakat, khususnya terkait capaian demokrasi.

Misalnya seperti karena masyarakat merasa mendapat kebebasan berpendapat hingga menghargai perbedaan di Indonesia.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik soal Penuntasan Kasus oleh Aparat Meningkat, Dipengaruhi Kasus Sambo

"Kalau kita lihat bagaimana pemerintah memberikan kebebasan warga untuk berpendapat, kemudian membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengawasi atau kontrol jalannya pemerintahan. Kemudian yang paling tinggi adalah membangun sikap menghargai perbedaan," tuturnya.

Selanjutnya, Yoga menilai situasi politik di Indonesia juga relatif tenang dan stabil.

Menurut dia, hal tersebut bisa terjadi lantaran pemerintah memiliki kebijakan untuk mengelola konflik di seputar kebebasan warga untuk berpendapat.

Lalu, juga bagaimana masyarakat jadi bisa mengawasi jalannya pemerintahan serta hidup rukun.

"Nah, hal yang sama juga terlihat di aspek penegakan hukum. Kalau kita lihat, sebetulnya dibanding survei sebelumnya ada kasus yang cukup menyita perhatian, yaitu kasus pembunuhan Brigadir Yosua," kata Yoga.

"Di periode ini, pemerintah sudah 'menuntaskan' (kasus). Ketika survei ini digelar, memang belum sampai ke sidang vonis terhadap semua terdakwa. Tapi paling tidak, dengan mulai proses persidangan, masyarakat bisa lihat sebetulnya seberapa keseriusan pemerintah dalam menuntaskan kasus ini," sambungnya.

Selain kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, ada juga kasus Tragedi Kanjuruhan yang disorot oleh publik.

Baca juga: Kepuasan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi Meningkat, Istana: Apresiasi Publik

Terlebih, kedua kasus itu juga sudah masuk ke tahap persidangan, bahkan ada yang terdakwanya sudah divonis.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com