Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Hadapan Hasto, Golkar: Jangan Terlalu Keras Soal Sistem Pemilu

Kompas.com - 04/01/2023, 19:00 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin menyentil Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.

Sentilan itu disampaikan Nurul di hadapan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang digelar secara daring.

"Ayo Pak Hasto jangan terlalu keras. Kita harus mengutamakan mengusung suara rakyat lah. Berikan rakyat pembelajaran politik dengan cara mereka memilih siapa orang yang mereka percaya," kata Nurul dalam diskusi daring di akun Youtube, Rabu (4/1/2023).

Baca juga: Pimpinan Komisi II Nilai Sistem Proporsional Tertutup Disenangi Partai yang Punya Tradisi Otoriter

Mulanya, Nurul menegaskan sikap partainya yang tetap berpegang pada sistem pemilu proporsional terbuka.

Sistem tersebut dianggap tetap lebih mewakili suara rakyat dalam Pemilihan Legislatif (Pileg), dibandingkan sistem proporsional tertutup.

"Jadi, partai politik tidak kemudian menjadi ego di situ. Kami tidak percaya di situ tidak ada oligarki, itu non sense. Kami tidak percaya itu mengurangi korupsi, kami tidak percaya dengan sistem tertutup kemudian semuanya akan lebih baik," jelasnya.

Di sisi lain, anggota Komisi I DPR itu menilai bahwa Hasto sangat percaya diri dengan sistem pemilu proporsional tertutup.

Hal ini tak terlepas dari identitas politik PDI-P yang dianggap sangat kuat.

"Semua approval. Pak Jokowi, kemudian PDI-P, ada Pak Ganjar di situ," imbuhnya.

Sementara itu, Hasto tak terlihat menanggapi ucapan Nurul.

Dia hanya kembali menyampaikan soal sistem pemilu proporsional tertutup yang didukung partainya.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tumbuhkan Oligarki Politik

Menurut Hasto, semua hendaknya perlu melihat kembali pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka.

"Apakah membawa suatu implikasi bagi peningkatan kinerja partai, atau justru menurut kajian-kajian yang ada malah menurunkan kepuasan masyarakat terhadap partai politik," ujar Hasto.

Hasto kemudian berpandangan bahwa selama ini sistem proporsional terbuka menghasilkan caleg yang lebih mengedepankan pada popularitas diri.

Padahal, menurutnya yang paling penting adalah kapabilitas fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang perlu diutamakan para caleg.

Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (14/12/2022).

Sebelumnya diberitakan, delapan dari sembilan fraksi di DPR menyatakan menolak gugatan judicial review terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur terkait sistem proporsional terbuka untuk pemilihan umum (pemilu).

Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka seperti tertuang dalam Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Kedelapan fraksi DPR yang dimaksud adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.

Tidak ada PDI-P di dalam pernyataan sikap tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com