JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin menyentil Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.
Sentilan itu disampaikan Nurul di hadapan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia yang digelar secara daring.
"Ayo Pak Hasto jangan terlalu keras. Kita harus mengutamakan mengusung suara rakyat lah. Berikan rakyat pembelajaran politik dengan cara mereka memilih siapa orang yang mereka percaya," kata Nurul dalam diskusi daring di akun Youtube, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Pimpinan Komisi II Nilai Sistem Proporsional Tertutup Disenangi Partai yang Punya Tradisi Otoriter
Mulanya, Nurul menegaskan sikap partainya yang tetap berpegang pada sistem pemilu proporsional terbuka.
Sistem tersebut dianggap tetap lebih mewakili suara rakyat dalam Pemilihan Legislatif (Pileg), dibandingkan sistem proporsional tertutup.
"Jadi, partai politik tidak kemudian menjadi ego di situ. Kami tidak percaya di situ tidak ada oligarki, itu non sense. Kami tidak percaya itu mengurangi korupsi, kami tidak percaya dengan sistem tertutup kemudian semuanya akan lebih baik," jelasnya.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR itu menilai bahwa Hasto sangat percaya diri dengan sistem pemilu proporsional tertutup.
Hal ini tak terlepas dari identitas politik PDI-P yang dianggap sangat kuat.
"Semua approval. Pak Jokowi, kemudian PDI-P, ada Pak Ganjar di situ," imbuhnya.
Sementara itu, Hasto tak terlihat menanggapi ucapan Nurul.
Dia hanya kembali menyampaikan soal sistem pemilu proporsional tertutup yang didukung partainya.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tumbuhkan Oligarki Politik
Menurut Hasto, semua hendaknya perlu melihat kembali pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka.
"Apakah membawa suatu implikasi bagi peningkatan kinerja partai, atau justru menurut kajian-kajian yang ada malah menurunkan kepuasan masyarakat terhadap partai politik," ujar Hasto.
Hasto kemudian berpandangan bahwa selama ini sistem proporsional terbuka menghasilkan caleg yang lebih mengedepankan pada popularitas diri.
Padahal, menurutnya yang paling penting adalah kapabilitas fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang perlu diutamakan para caleg.
Sebelumnya diberitakan, delapan dari sembilan fraksi di DPR menyatakan menolak gugatan judicial review terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur terkait sistem proporsional terbuka untuk pemilihan umum (pemilu).
Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka seperti tertuang dalam Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Kedelapan fraksi DPR yang dimaksud adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP.
Tidak ada PDI-P di dalam pernyataan sikap tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.