JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mencurigai upaya untuk menjalankan pemilu dengan sistem proporsional tertutup merupakan bagian untuk mengembalikan sistem pemilihan presiden (pilpres) tidak langsung.
Ia menilai demokrasi Indonesia akan mengalami kemunduran jika langkah tersebut terealisasi.
“Jangan sampai pewacanaan sistem proporsional tertutup ini jadi alibi penundaan pemilu, hingga langkah awal menuju sentralisasi kekuasaan melalui pengembalian sistem pilpres tidak langsung,” ujar AHY dalam keterangannya, Selasa (3/1/2023).
Ia lantas meminta semua pihak untuk menolak wacana tersebut. Pasalnya, sistem proporsional tertutup bakal memberikan kekuasaan mutlak pada partai politik (parpol) untuk menentukan siapa kadernya yang berhak mendapatkan suara terbanyak dalam kontestasi pemilihan legislatif (pileg).
Padahal, sistem proporsional terbuka yang berjalan sejak Pemilu 2004 membuat para kader bekerja keras untuk mendapatkan suara.
Baca juga: Eks Anggota KPU Harap MK Tak Kabulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
“Ini memundurkan kualitas demokrasi, mengembalikan model kekuasaan sentralistik, dan menafikkan kerja keras kader partai dalam membina konstituennya,” tutur dia.
Menurut AHY, persoalan yang muncul dalam sistem proporsional terbuka harus dicari jalan keluarnya bersama.
Bukan malah diatasi dengan mengembalikan lagi penyelenggaraan pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
“Masalah-masalah yang muncul akibat penerapannya bisa dijawab dengan upaya perbaikan kolektif, tanpa harus menghancurkan langkah progresif yang sudah dijalankan selama ini,” terangnya.
Ia berharap berbagai pihak sepakat untuk terus menjalankan sistem proporsional terbuka yang merupakan bagian dari amanat reformasi.
Baca juga: Jadi Perdebatan, Apa Beda Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup?
“Keputusan penggunaan sistem pemilu adalah keputusan politik, hasil proses panjang legislasi dan kesepakatan politik yang legitimate,” papar AHY.
"Mari jaga amanah reformasi, agar Indonesia tidak mundur lagi ke model otokrasi,” tandasnya.
Wacana Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proporsional tertutup pertama kali disampaikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari.
Ia menceritakan saat ini ada pihak yang tengah melakukan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang terkait sistem proporsional terbuka.
Jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan itu, maka sangat mungkin Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proporsional tertutup.
Dalam sistem proporsional tertutup, surat suara pileg hanya akan berisi logo partai politik (parpol) tanpa nama-nama calon legislatif (caleg).
Sehingga, masyarakat hanya bisa mencoblos parpol yang didukungnya, tanpa bisa menentukan siapa caleg yang dianggap mewakilinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.