Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukum Memaksakan Perkawinan

Kompas.com - 16/12/2022, 02:40 WIB
Issha Harruma

Penulis


KOMPAS.com – Pemaksaan perkawinan merupakan perbuatan melanggar hukum yang dapat dijerat pidana.

Tidak main-main, pelaku bahkan dapat dijerat pidana penjara lebih dari lima tahun dan denda ratusan juta rupiah.

Jadi, bagaimana hukum memaksakan perkawinan?

Baca juga: Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif di Indonesia

Hukum memaksakan perkawinan di Indonesia

Di Indonesia, perbuatan memaksakan perkawinan termasuk salah satu tindak pidana kekerasan seksual.

Hal ini sebagaimana tertuang di dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Perihal pemaksaan perkawinan dan ancaman pidananya diatur dalam Pasal 10 Ayat 1 yang berbunyi,

“Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.”

Pasal ini juga menyebutkan beberapa perbuatan yang termasuk pemaksaan perkawinan, yakni:

  • Perkawinan anak;
  • Pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
  • Pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku perkosaan.

Selain UU TPKS, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur tentang pemaksaan. Namun, pemaksaan yang dimaksud dalam Pasal 335 Ayat 1 KUHP tidak terbatas pada pemaksaan perkawinan saja.

Pasal tersebut berbunyi,

“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500:

1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, jumlah denda yang akan dikenakan pada pelaku mengalami penyesuaian sehingga menjadi Rp4.500.000.

Baca juga: Mengapa Perkawinan Perlu Dicatatkan?

Perkawinan sebagai hak asasi manusia

Menikah merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh negara melalui UUD 1945. Perihal menikah tersebut tertuang dalam Pasal 28B Ayat 1 UUD 1945.

Hak untuk menikah juga diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal 10 UU HAM menyatakan,

“1. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa pernikahan atau perkawinan merupakan hak asasi setiap orang dan perkawinan yang sah tidak dapat dilangsungkan karena pemaksaan.

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com