JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerukan kepada masyarakat sipil untuk melakukan langkah koreksi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan.
Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, langkah koreksi tentu dilakukan dengan cara-cara yang konstitusional.
Tidak hanya masyakat sipil, Komnas Perempuan juga mengajak penegak hukum, pemerintah dan legislatif melakukan hal yang sama.
Baca juga: Stafsus Presiden Klaim KUHP Jamin Kebebasan Pers
"Komnas Perempuan mengajak seluruh sektor, termasuk aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan lapisan masyarakat untuk melakukan langkah konstitusional untuk mengoreksi rumusan norma dalam KUHP," kata Aminah dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/12/2022).
Setidaknya ada 10 catatan Komnas Perempuan terhadap KUHP yang disahkan yang berpotensi over kriminalisasi, melanggar hak-hak perempuan dan kebebasan hak sipil lainnya.
Catatan pertama terkait tindak pidana pencabulan di KUHP yang disebut masih ditempatkan sebagai tindak pidana kesusilaan.
Kedua, tidak ada pasal penghubung antara tindak pidana melarikan anak dan perempuan untuk tujuan penguasaan dalam perkawinan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca juga: Komnas Perempuan: KUHP Berpotensi Mendorong Kebijakan Diskriminatif terhadap Perempuan
Ketiga, berkurangnya daya pelindung hukum pada tindak eksploitasi seksual. Keempat, pengabaian hak korban kekerasan seksual akibat tidak ada rumusan pidana pemaksaan pelacuran dan pemaksaan aborsi.
Catatan kelima, berkurangnya kepastian hukum dan potensi mendorong keberadaan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan.
Keenam, berkurangnya hak privasi dalam perkawinan dan over kriminalisasi terkait tindak pidana perzinaan.
Tujuh, tidak ada perlindungan terhadap relawan yang mensosialisasikan alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan terhadap anak.
Baca juga: KUHP Baru: Diskriminasi Berbasis SARA Diancam Penjara 1 Tahun
Catatan kedelapan, tidak ada pemberatan hukuman atas tindak pidana pembunuhan atas dasar kebencian berbasis gender terhadap perempuan atau femisida.
Sembilan, pengingkaran jaminan atas hak hidup dan bebas dari penyiksaan akibat ketentuan pidana mati.
Terakhir, risiko berkurangnya jaminan hak dasar karena rumusan multitafsir.
Aminah mengatakan, Komnas Perempuan juga mengajak seluruh lapisan masyarakat merumuskan pedoman penafsiran KUHP yang meminimalisir reduksi jaminan perlindungan hak-hak konstitusional.