JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menepis anggapan bahwa pemerintah bersama DPR RI buru-buru dalam mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Kitab Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang (UU).
Sejumlah pihak menilai, pengesahan RKUHP cepat-cepat dilakukan demi mencegah penolakan.
"Apa 59 tahun itu terjawab terburu-buru? Kalau dikatakan banyak penolakan, berapa banyak, substansinya apa, datang dengan cepat pada kami, kami sudah siap dan kami yakin betul ini diuji ditolak," ujar Yasonna dalam jumpa pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Baca juga: RKUHP Sudah Dibahas Sejak Zaman Soeharto, Menkumham: Its Long of The Journey..
Yasonna kembali menegaskan bahwa pengambilan keputusan untuk mengesahkan RKUHP jadi UU tidak buru-buru.
"Ini tidak terburu-buru. Kalau cepat terbilang terburu-buru. Lambat dibilang lambat ya. Jadi enggak ada terburu-buru," kata dia.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai undang-undang (UU) dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022).
"Selanjutnya, saya akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah rancangan undang-undang tentang kitab hukum pidana dapat disetujui?" kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pemimpin sidang, Selasa.
"Setuju," jawab peserta sidang diiringi ketukan palu Dasco tanda persetujuan.
Baca juga: RKUHP Disahkan, Yasonna: Sudah Diperjuangkan Sejak 1963
Dianggap terburu-buru
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai bahwa upaya DPR RI mempercepat pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan upaya untuk mencegah preseden pada 2019.
Pada 2019, pengesahan RKUHP yang sudah di depan mata akhirnya ditunda karena masifnya gelombang unjuk rasa dari kalangan masyarakat sipil, termasuk di antaranya mahasiswa di seluruh daerah.
"Kelihatannya mereka mencegah jangan sampai ada gelombang penolakan lagi seperti demonstrasi 2019, jadinya dipercepat sebisa mungkin," kata Bivitri kepada wartawan, ditemui di bilangan Jakarta Pusat pada Minggu (4/12/2022).
Baca juga: DPR Minta Masyarakat Jangan Demo RKUHP, Pacul: Tempuh Jalur Hukum Saja
Pada Selasa (6/12/2022), DPR RI ditargetkan mengesahkan draf RKUHP di tingkat II, sebelum nantinya dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang.
Dewan memastikan, RKUHP akan menjadi undang-undang sebelum masa reses pada pertengahan Desember.
Di atas kertas, pengesahan draf rancangan undang-undang di tingkat II tidak akan bisa berubah lagi.
Bivitri menilai, tidak ada yang akan dapat menghentikan pengesahan RKUHP tahun ini, selain munculnya gelombang penolakan sebesar saat 2019.
Baca juga: Tepuk Tangan untuk Interupsi Demokrat soal Pengesahan RKUHP, Beda dengan PKS
Tanda-tanda penolakan dari kalangan masyarakat sipil itu dianggap sudah menguat sehingga membuat Dewan ingin segera mengesahkannya.
"Bahwa ini harus ditolak, memang harus dinyatakan. Kalaupun akibatnya DPR mempercepat (pengesahan), itu konsekuensi yang harus dihadapi sebagai proses politik," kata Bivitri.
Draf terbaru RKUHP hasil tindak lanjut Kementerian Hukum dan HAM bersama Komisi III DPR RI dianggap masih menyisakan sejumlah beleid bermasalah yang dapat mengancam kebebasan berekspresi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.