JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus obstruction of justice atau merintangi proses penyidikan pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat, AKBP Arif Rachman Arifin mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Arif Rachman, Junaedi Saibih meminta majelis hakim diberikan waktu lebih panjang untuk dapat menyusun eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan tersebut.
"Setelah mendengarkan, kami membutuhkan waktu untuk mengajukan eksepsi terhadap dakwaan tersebut," ujar Junaedi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (29/10/2022).
Baca juga: Kaget Lihat Brigadir J Masih Hidup, AKBP Arif Rachman Diajak Brigjen Hendra Menghadap Sambo
"Mengingat ada beberapa hal yang perlu disampaikan, untuk itu kami mohon waktu dua minggu untuk eksepsi," ucapnya.
Usai mendengarkan permintaan tersebut, hakim ketua Ahmad Suhel tidak mengabulkan permintaan selama dua pekan.
Namun, majelis hakim memberikan waktu bagi kuasa hukum Arif menyusun eksepsi selama sembilan hari sampai dengan 28 Oktober.
"Baik, untuk eksepsi kita akan berikan waktu sesuai dengan yang saudara minta. Tapi nanti kita tentukan di hari Jumat, tanggal 28 Oktober 2022, silakan pergunakan untuk menyusun eksepsi," kata hakim Suhel.
"Sidang akan digelar kembali hari Jumat, 28 Oktober 2022 jam 09.00, saudara kami minta tepat waktu karena hari Jumat ya. Sidang dinyatakan ditutup," ucap hakim melanjutkan.
Baca juga: Kagetnya AKBP Arif Rachman Lihat Brigadir J Ternyata Masih Hidup di CCTV, Berujung Patahkan Laptop
Dalam kasus ini, Arif didakwa merintangi proses penyidikan bersama Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Mereka dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para terdakwa disebut jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
“Perbuatan terdakwa mengganggu sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya,” papar jaksa membacakan surat dakwaan dalam persidangan.
Selanjutnya, para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Para terdakwa sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik,” lanjut jaksa.
Selain itu, sejumlah anggota polisi yang kala itu merupakan anak buah Sambo juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.