Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Demokrasi dan Peluang Korupsi

Kompas.com - 24/09/2022, 06:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KABAR paling mutakhir, Jumat 23 September 2022, KPK menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Hakim Agung Dimyati telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara Mahkamah Agung.

Lengkap sudah koruptor di Indonesia mulai dari oknum aparat legislatif, eksekutif dan penegak hukum di tataran yang paling Agung.

Itulah yang terjadi di Indonesia, korupsi di segala lini yang sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Penangkapan seperti ini akhirnya akan berwujud sebagai sebuah konfirmasi belaka.

Indonesia sebenarnya dikenal sebagai negara demokrasi yang keren, minimum dalam arti kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan persnya yang luar biasa. Jangan ditanya soal kebebasan di panggung media sosial.

Tidak itu saja, Indonesia sudah memperoleh pengakuan global sebagai negara demokrasi terbesar ke 3 di dunia.

Presiden Federal Jerman Christian Wulff saat menyampaikan kuliah umum di Auditorium Terapung Perpustakaan UI Depok pada Kamis 1 Desember 2011, mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan India.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia ternyata akan juga dikenal sebagai negara yang menghasilkan banyak koruptor.

Mulai dari pejabat tinggi dalam jajaran legislatif, eksekutif, dan juga di arena pendidikan tinggi dan kalangan penegak hukum: ketua DPR RI, hakim konstitusi, menteri pemuda dan olah raga, ketua DPD, ketua MK, menteri kelautan, rektor universitas dan yang paling mutakhir, hakim agung serta masih banyak lainnya.

Melihat itu semua, maka kesimpulan sederhana yang dapat diperoleh adalah bahwa mereka yang korupsi itu bukan karena kekurangan harta benda, tetapi lebih kepada sifat serakah dan moral yang rendah.

Celakanya lagi beredar berita bahwa para koruptor kelas berat itu masih memiliki kemampuan untuk memperoleh banyak fasilitas mewah di dalam penjara plus keringanan hukuman.

Lebih celaka lagi keringanan hukuman bagi para koruptor yang banyak disoroti berbagai pihak ternyata memang demikian ketentuan yang berlaku.

Itu berarti memang hukuman bagi para koruptor tidak mempunyai daya untuk memunculkan efek jera dan juga apalagi efek pencegahan.

Sudah banyak analisis tentang mengapa korupsi tetap saja terjadi di tengah pujian yang membahana bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Tidak peduli apakah ada hubungannya demokrasi dengan korupsi, akan tetapi realitanya negeri dengan gelar negara ke 3 demokrasi terbesar di dunia cukup produktif menghasilkan koruptor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com