JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, maraknya kasus kekerasan seksual di tengah masyarakat bukan karena tidak adanya aturan yang tegas.
Menurut dia, problem utama justru terletak pada aspek sosiologis masyarakat.
“Belum tentu lahirnya undang-undang otomatis membuat kesadaran publik (meningkat), di tengah masyarakat kita,” tutur Willy dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) terkait implementasi UU TPKS, di kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (26/7/2022).
Ia mengatakan, pembentukan UU tidak berjalan lurus dengan realita di masyarakat.
Sebab, meski Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah dibentuk, nyatanya kasus kekerasan seksual masih marak terjadi.
“Jadi ada gap, atau tapi lebih tepatnya lack off, patah, dia (kekerasan seksual) belum tentu sebangun antara kesadaran publik dengan undang-undang,” paparnya.
Baca juga: MKD Akan Panggil Anggota DPR Inisial DK untuk Jelaskan Soal Dugaan Kasus Kekerasan Seksual
Buktinya, lanjut Willy, pemerintah telah menyiapkan berbagai undang-undang untuk menangani kekerasan seksual pada anak dan perempuan, seperti UU TPKS serta UU Perlindungan Perempuan dan Anak.
Menurut dia, perlu bantuan dari semua pihak untuk menyebarkan narasi dan edukasi. Tugas itu tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat.
“Membangun sebuah kesadaran di publik, culture di publik butuh waktu yang sangat panjang,” imbuhnya.
Diketahui, kasus kekerasan pada anak cukup marak akhir-akhir ini.
Baca juga: Pimpinan Baleg Sebut UU TPKS Bisa Digunakan Meski Aturan Turunannya Belum Ada
Salah satunya yang diduga dilakukan oleh anak kiai di Jombang, Jawa Timur, MSA terhadap beberapa santriwati Pesantren Shiddiqiyyah pada tahun 2017.
Kemudian, seorang anak berusia 11 tahun di Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia setelah mengalami depresi berat karena mendapat perundungan dari teman-temannya.
Tak hanya perundungan, bocah berinisial F itu pun dipaksa menyetubuhi kucing dan direkam melalui ponsel para terduga pelakunya.
Akibatnya, F mengalami depresi berat sehingga tak mau makan dan minum. Ia pun mesti dirawat di rumah sakit sebelum meninggal dunia pada Senin (18/7/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.