Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pernyataan Komisioner KPK yang Tak Proses Kasus Lili karena Kedekatan Langgar Kode Etik

Kompas.com - 26/07/2022, 10:53 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegur Wakil Ketua KPK Alexander Marwata karena mengaku tidak bisa menindaklanjuti kasus Lili Pintauli Siregar karena memiliki kedekatan.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, karena pernyataan Alex tersebut, menjadi wajar publik tidak memiliki harapan tinggi ke KPK.

"ICW merekomendasikan kepada Dewan Pengawas untuk menegur Alexander karena telah berkata tidak pantas semacam itu," kata Kurnia dalam pesan tertulisnya kepada Kompas.com yang dikutip Selasa (26/7/3022).

Baca juga: Pastikan Tak Bisa Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, KPK Minta Masyarakat Lapor ke Polisi/Kejaksaan

Kurnia menduga sikap dan pernyataan Alex yang enggan menindaklanjuti dugaan penerimaan gratifikasi oleh Lili itu melanggar kode etik dalam Peraturan Dewas KPK.

Ketentuan itu antara lain Pasal 4 Ayat (1) huruf d, Pasal 7 Ayat (1) huruf d, dan Pasal 7 Ayat (2) huruf a yang secara umum mengatur agar insan KPK mengesampingkan dan tidak terpengaruh kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.

Selain itu, Alex diduga melanggar Pasal 7 Ayat (2) huruf e yang melarang insan KPK mengeluarkan pernyataan kepada publik yang bisa mempengaruhi, menghambat, atau mengganggu proses penanganan perkara.

Alex juga disebut melanggar Pasal 8 Ayat (1) huruf f yang mewajibkan insan KPK memberikan teladan.

"Dapat dikatakan keengganan menindaklanjuti proses hukum saudari Lili juga berpotensi melanggar kode etik," ujar Kurnia.

Baca juga: Pelapor Dugaan Pelanggaran Etik Ketua KPK Firli Bahuri Protes, Bandingkan Penanganan Dewas KPK ke Lili Pintauli

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan alasan pimpinan KPK tidak menindaklanjuti kasus dugaan gratifikasi Lili.

Alex mengatakan, empat pimpinan KPK memiliki kedekatan dan merupakan kolega Lili. Sebab, KPK menerapkan sistem kolektif kolegial.

Karena kedekatan itu, kata Alex, secara etik dia tidak bisa menindaklanjuti dugaan gratifikasi yang diterima Lili.

"Ketentuan di KPK kalau sudah itu kalau pimpinan itu terafiliasi atau kenal dengan tersangka, dia harus men-declare, karena dianggap karena mungkin putusannya enggak independen. Kan begitu," kata Alex saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (21/7/2022).

Baca juga: Mundur di Tengah Dugaan Kasus Gratifikasi, Bisakah Lili Pintauli Diproses Hukum?

Lili daporkan ke Dewas KPK karena diduga menerima gratifikasi dari Pertamina berupa fasilitas mewah menonton ajang MotoGP di Mandalika pada Maret lalu.

Lili juga diduga menerima fasilitas menginap di resort mewah.

Namun, sidang etik terhadap Lili dinyatakan gugur karena ia terlebih dahulu mengundurkan diri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com