Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbedaan Pasal Demonstrasi Tanpa Pemberitahuan di Draf Terbaru RKUHP

Kompas.com - 06/07/2022, 17:50 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal yang mengatur supaya masyarakat menyampaikan pemberitahuan untuk menggelar demonstrasi yang diprotes oleh kalangan mahasiswa tetap tercantum di dalam draf terbaru Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Susunan kalimat pun masih sama. Yang membedakan adalah soal masa hukuman pidana penjara dan nomor pasal.

Dalam draf terbaru RKUHP yang disampaikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (6/7/2022), larangan bagi pihak-pihak yang menggelar kegiatan keramaian atau demonstrasi tanpa pemberitahuan diatur dalam Pasal 256.

Bunyi Pasal 256 draf RKUHP Juli 2022 adalah sebagai berikut: Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Baca juga: Pemerintah Klaim Berikan Penjelasan Spesifik soal Kritik Presiden dalam Draf RKUHP

Dalam draf RKUHP versi 2019, delik itu diatur dalam Pasal 273.

Nilai dari pidana denda kategori II adalah sebesar Rp 10.000.000.

Dalam versi draf RKUHP 2019, ancaman hukuman pidana penjara ditetapkan selama 1 tahun.

Multitafsir

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satrio Utomo mengatakan, kalimat "terganggunya kepentingan umum" dalam pasal itu bersifat multitafsir.

Menurut Bayu, wajar saja seandainya diksi tersebut didefinisikan sebagai keonaran atau huru-hara. Namun, dia khawatir kemacetan yang biasa terjadi akibat kegiatan unjuk rasa kelak ditafsirkan sebagai "terganggunya kepentingan umum".

"Kalau kayak gitu, semua demonstrasi akan dipindana karena biasanya demonstrasi dilakukan di jalan dan orang-orang penasaran dan akhirnya membuat macet," kata Bayu dalam wawancara eksklusif program Gaspol! Kompas.com, Selasa (5/7/2022).

Bayu juga membandingkan ketentuan itu dengan aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Menurut dia, aturan soal demonstrasi dalam RKUHP mengkhianati semangat reformasi yang termaktub dalam UU tersebut.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Didesak Buka Pembahasan RKUHP

Sebabnya, UU Nomor 9 Tahun 1998 tidak mengatur sanksi pidana bagi aksi unjuk rasa, tetapi hanya memuat ancaman pembubaran bila demonstrasi digelar tanpa pemberitahuan.

"Abang-abang kita sudah memperjuangkan Reformasi yang pada saat itu lahir Undang-Undang 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat di Muka Umum dan sanksinya adalah dibubarkan, bukan pidana," kata dia.

"Ini tentu akan mengkriminalisasi kami yang sering turun ke jalan, yang sering berada di lapangan," ucap Bayu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com