Oleh: Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, MT., Ph.D., IPM*
Mudik Idul Fitri via jalan raya mengapa spesial?
Sudah sekitar dua tahun mudik tidak mungkin dilakukan karena pandemi Covid 19. Walaupun ada moda lain, seperti udara, laut dan kereta api, tapi moda jalan raya (mobil, sepeda motor, bus) dianggap paling ringan dari sudut pandang persyaratan perjalanan terkait Covid 19.
Lebih lanjut, mobil dan sepeda motor pribadi dipandang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan bus dalam hal akses langsung door to door, baik untuk perjalanan antarkota maupun perjalanan di kota/desa tujuan.
Ini menunjukan bahwa kinerja angkutan umum antarwilayah, angkutan perkotaaan dan angkutan pedesaan Indonesia masih jauh dari sempurna.
Mengapa mudik via jalan raya macet?
Fenomena tol trans Jawa yang viral di kalangan masyarakat luas, menyebabkan hampir seluruh pemudik ingin mencoba jalan tol tersebut.
Rest Area (RA) jalan tol lebih mirip Recreation Area. Ukurannya luar biasa besar dan melayani berbagai kebutuhan termasuk kebutuhan yang tidak primer.
Padahal yang sangat dibutuhkan hanyalah toilet dan tempat pertukaran pengemudi agar yang bertugas mengemudi adalah yang masih bugar.
Pengguna jalan yang gagal masuk RA karena sudah penuh, lantas berhenti di sembarang tempat untuk istirahat dan buang air kecil.
Beberapa di antara kendaraan tersebut menutupi bahu jalan sebelum, di sekitar dan sesudah RA. Otomatis lebar efektif ruas jalan tol di sekitar RA berkurang drastis.
Pengguna jalan ada yang mogok di bahu jalan karena kehabisan bahan bakar. Hal ini akibat perencanaan logistik kendaraan yang tidak cermat.
Kartu tol yang rusak atau kurang dana juga sering menghambat arus di pintu tol. Beberapa pihak malah mengusulkan agar Statiun Pengisian Bahan-bakar Umum (SPBU) ditempatkan di luar sistem jalan tol (disediakan di dekat ramp in/out tol).
Sebagai suplemen terhadap teratasnya RA, SPBU sebaiknya dilengkapi musholla dan dekat dengan kuliner yang praktis.