JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang kerap disapa Cak Imin dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dinilai harus tetap membuktikan klaim mereka tentang keberadaan big data soal dukungan penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Pejabat publik ya mestinya harus bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan," kata pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/4/2022).
"Itu adalah suatu koherensi, pertanggungjawaban pejabat publik terhdap masyarakat karena memang mereka orang yang akan terus menjadi sorotan publik atas apa yang kemudian dinyatakan, diwacanakan, dan yang akan dilaksanakan," lanjut Idil.
Menurut Idil, para menteri seharusnya tidak melenceng dari fungsi utamanya yakni merupakan pembantu presiden. Maka dari itu, kata dia, pernyataan yang dilontarkan harusnya sejalan dengan apa yang menjadi keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sampai saat ini Presiden Jokowi menyatakan melarang para menterinya menyuarakan wacana penundaan Pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan 3 periode. Selain itu, Kepala Negara juga pernah menyampaikan akan tetap taat pada Undang-Undang Dasar 1945 yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama 2 periode dan pelaksanaan Pemilu 5 tahun sekali.
Baca juga: Soal Penundaan Pemilu, Cak Imin Sebut Big Data Miliknya Beda dengan Punya Luhut
"Kalau seperti itu kan harusnya para menteri tersebut garis lurus dengan pernyataan itu. bukan terus mewacanakan penundaan pemilu. Kalau seperti ini kan kemudian akan menciptakan konflik di masyarakat," ucap Idil.
Akibat wacana kontroversial yang memicu beragam perdebatan itu, menurut Idil yang dirugikan adalah Jokowi. Walaupun, kata dia, wacana itu disampaikan oleh sejumlah menterinya.
"Kalau sudah seperti itu tentu saja kemudian memberikan ekses negatif kepada presiden, dengan berbagai persoalan yang sudah muncul ditambah dengan persoalan mewacanakan soal penundaan pemilu ini," ucap Idil.
Pada 26 Februari 2022 lalu, Cak Imin menyampaikan banyak akun di media sosial setuju dengan usulan supaya pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata Muhaimin, dari 100 juta subyek akun, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya saat itu.
Menurut Cak Imin, big data dinilai lebih baik ketimbang hasil survei. Dia mengatakan, survei sebuah lembaga umumnya hanya memotret suara responden pada kisaran 1.200-1.500 orang. Sementara, responden big data diklaim bisa mencapai angka 100 juta orang.
Baca juga: PDI-P: Big Data Luhut soal Penundaan Pemilu Terbantahkan
Luhut juga pernah menyampaikan hal yang sama dalam sebuah acara bincang-bincang yang diunggah dalam sebuah akun YouTube. Saat itu dia mengaku memiliki data aspirasi dari 110 juta warganet meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Pertanyaan tentang keberadaan big data kembali disampaikan kepada Luhut pada 15 Maret 2022 lalu usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Saat itu dia menyampaikan tidak mengada-ada terkait keberadaan big data itu.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut.