PENGEROYOKAN terhadap AA meninggalkan setidaknya dua pekerjaan rumah (PR) bagi kepolisian.
PR pertama. Pengeroyokan memang tidak bisa dibenarkan. Sudah sepatutnya Polda Metro Jaya mengusut tuntas.
Namun mengacu pada komentar-komentar publik bahwa kekerasan terhadap AA itu merupakan buah dari perilakunya sendiri, maka terbangun tafsiran bahwa aksi main hakim sendiri dapat digolongkan sebagai bentuk vigilantisme.
Vigilantisme merupakan respons masyarakat terhadap kerja kepolisian yang dinilai tidak efektif.
Frustrasi terhadap kerja aparat penegak hukum memang merupakan salah satu "syarat" bagi terjadinya vigilantisme.
Mengacu teori tersebut, spesifik dalam kasus AA, pengeroyokan dapat dipahami sebagai tanggapan terhadap kegagalan otoritas penegakan hukum dalam menindaklanjuti sekian banyak laporan masyarakat atas AA.
Andaikan polisi lebih serius menangani laporan-laporan masyarakat itu, maka patut diduga tidak akan terjadi aksi vigilantisme terhadap AA.
Sebagai perbandingan adalah reaksi khalayak luas dalam kasus-kasus penistaan agama.
Ketika pelaku penistaan agama diproses sesuai hukum, tidak ada penista agama yang menjadi bulan-bulanan masyarakat.
Jadi, PR pertama bagi kepolisian adalah menjalankan procedural justice. Yaitu, pertama, memastikan laporan masyarakat--khususnya terkait objek laporan masyarakat seperti dalam kasus AA--diproses sebagaimana mestinya.
Dan kedua, sesuai azas transparansi, publik diberi tahu ihwal langkah-langkah penegakan hukum yang telah diambil.
Dari PR pertama tersebut, pada tataran paling mendasar, polisi perlu terus-menerus diingatkan bahwa sikap positif publik terhadap polisi akan tercermin pada seberapa jauh kepatuhan masyarakat pada hukum.
Manakala vigilantisme terarah ke orang-orang dengan kriteria tertentu, maka patutlah kepolisian mengecek seberapa jauh efektivitas mereka dalam menangani kasus-kasus yang sesuai dengan kriteria tersebut.
PR kedua. Insiden yang dialami AA menciptakan momentum bagi Polri untuk me-review efektivitas kerja mereka dalam menangani tindak-tindak kekerasan dalam situasi unjuk rasa.
Termasuk, Polri perlu menuntaskan pengungkapan tewasnya sejumlah orang pada aksi demonstrasi September 2019.