JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan, perkara Nurhayati, mantan Bendahara atau Kaur (Kepala Urusan) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, sudah dilakukan sesuai sistem peradilan pidana.
Tidak ada prosedur yang disalahi, sebut Dedi, selama proses pemberkasan kasus Nurhayati.
Namun, dalam prosesnya, aparat penegah hukum memiliki pertimbangan lain untuk menghentikan kasusnya.
Diketahui, kisah Nurhayati menjadi sorotan karena dia melaporkan dugaan korupsi yavg dilakuakn oleh kepala desa Supriyadi. Namun, Nurhayati justru yang dijadikan tersangka.
"Jadi untuk kasus (Nurhayati) ini kita lihat bahwa criminal justice system yang sudah dilakukan oleh penyidik dan oleh Kejaksaan dari hukum acara pidananya tidak ada yang salah," kata Dedi di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Desak Penyidik yang Jadikan Nurhayati Tersangka Diperiksa, ICW: Berpotensi Langgar Kode Etik
Kendati demikian, Dedi menyatakan penyidik juga perlu memberlakukan aspek kemanfaatan hukum serta keadilan sosial (social justice) dalam penanganan suatu perkara.
Sebab, menurutnya, tujuan hukum bukan hanya penanganan perkara secara personal, namun untuk menegakkan rasa keadilan dan kesejahteraan di masyarakat.
"Itu lah perspektif hukum yang akan dilakukan terkait menyangkut masalah kasus N," ujarnya.
Dedi pun menjelaskan, penyidik sudah melakukan gelar perkara dan komunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus Nurhayati.
Baca juga: Kabareskrim Sebut Nurhayati Tak Memiliki Niat Jahat Saat Laporkan Korupsi
Hasil koordinasi kemudian menghasilkan dua opsi, yakni adanya rencana melakukan koreksi terhadap penetapan P21 kasus Nurhayati. Kedua, melimpahkan berkas perkara ke Kejagung.
"Opsi kedua berkas perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan dan nanti Kejaksaan sesuai UU Kejaksaan akan melakukan SKP2, surat penghentian penuntutan," ujarnya.
Sebagai informasi, kasus tersebut sebelumnya menjadi sorotan lantaran Nurhayati yang merupakan saksi pelapor dugaan korupsi APBDes Desa Citemu Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2018-2020 dengan tersangka Supriyadi, justru ditetapkan sebagia tersangka oleh Polres Cirebon.
Lewat video, Nurhayati mengaku kecewa dirinya dijadikan tersangka. Padahal, dia merupakan pelapor serta telah membantu pihak kepolisian dalam penyidikan kasus tersebut hampir dua tahun.
“Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri) Sumber Cirebon,” ungkap Nurhayati.
Kasus itu membuat banyak pihak keberatan. Salah satunya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengkhawatirkan, preseden buruk ini bakal menghambat upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, sebagai pelapor, Nurhayati semestinya diapresiasi.
“Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati,” ujar Maneger dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin lalu.
Ia juga menilai, status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi "mencederai akal sehat, keadilan hukum dan keadilan publik".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.