Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Ummat Gugat Presidential Threshold 20 Persen ke MK, Nilai Bisa Jegal Capres Potensial

Kompas.com - 03/01/2022, 21:33 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Ummat bakal mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun pengajuan itu bertujuan agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen dihapuskan atau menjadi nol persen.

Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menilai aturan presidential threshold 20 persen tidak masuk akal dan tidak sehat.

"Karena ini cara tidak fair untuk menjegal calon yang potensial dan cara untuk melanggengkan kekuasaan oligarki yang dikuasai oleh para taipan. Kita perlu darah baru dan generasi baru untuk memimpin bangsa besar ini,“ kata Ridho dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Ummat, Jakarta, Senin (3/1/2022).

Baca juga: Lupakan Presidential Threshold, Pengamat: Maukah Parpol Dorong Tokoh Baru untuk Maju?

Ridho menambahkan, judicial review diajukan juga karena Partai Ummat menilai tidak logisnya hasil Pemilu 2019 digunakan sebagai dasar pencapresan Pemilu 2024.

Dengan begitu, menurutnya, Pemilu serentak 2024 justru seharusnya menggugurkan persyaratan ambang batas 20 persen.

"Pertama, dalam jangka waktu lima tahun segala sesuatu bisa berubah. Hasil pemilu 2019 sangat bisa dipertanyakan keabsahannya bila mau dipakai sebagai dasar pencapresan pada pemilu 2024," ucapnya.

"Kedua, akal sehat tidak bisa membenarkan aturan 20 persen ini karena bertentangan dengan pemilu serentak. Partai Ummat ingin mengajak kita semua berpikir yang lurus,“ tambah dia.

Selanjutnya, Ridho berpandangan bangsa besar Indonesia sangat memerlukan calon-calon pemimpin yang potensial untuk melanjutkan estafet kepemimpinan nasional.

Hal itu menurutnya dapat berjalan lancar dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada kader terbaik bangsa untuk mencalonkan diri.

"Dan itu hanya bisa terjadi bila syarat ambang batas 20 persen dihapuskan menjadi nol persen," tutur menantu Amien Rais itu.

Baca juga: Partai Ummat Kritik 7 Tahun Pemerintahan Jokowi: Cenderung Represif, Oligarki Mengental

Ridho mengatakan, Partai Ummat telah membentuk tim judicial review yang dikoordinasikan oleh Wakil Ketua Umum (Waketum) Buni Yani.

Selain itu, Partai Ummat juga menunjuk Kantor Hukum Tatanegara Refly Harun dan Rekan sebagai penasihat hukum sekaligus pengacara dalam tim judicial review UU Pemilu.

"Tim hukum judicial review Partai Ummat ini terdiri dari 20 pengacara yang terdiri dari 15 orang pengacara dari kantor hukum Refly Harun dan lima orang pengacara dan staf dari Partai Ummat," pungkasnya.

Tak hanya Partai Ummat yang mengajukan judicial review UU Pemilu terkait presidential threshold 20 persen.

Baca juga: Fahira Idris Cs Gugat Presidential Threshold Jadi 0 Persen ke MK

Catatan Kompas.com, ada sejumlah pihak di antaranya dua anggota DPD, Fachrul Razi dan Bustami Zainudin juga mengajukan hal serupa.

Selain itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengajukan gugatan ke MK agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen dihapus.

Gugatan itu tercatat di laman MK dengan nomor 63/PUU/PAN.MK/AP3/12/2021. Sama seperti Partai Ummat, ketiganya juga menunjuk Refly Harun sebagai Kuasa Hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com