JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apa pengertian presidential threshold?
Adapun, presidential threshold digugat oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Ia meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tentang ambang batas itu dinilai telah menghilangkan hak konstitusional setiap warga untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa.
Selain oleh Gatot, ketentuan tentang presidential threshold telah berulang kali digugat ke MK.
Baca juga: Dulu Golkan Angka 20 Persen Demi SBY, Kini Demokrat Minta Presidential Threshold 0 Persen
Pihak penggugat mulai dari mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas, hingga mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri.
Namun, seluruh gugatan itu ditolak. Meski begitu, hal itu tak menyurutkan spirit sejumlah pihak untuk menguji ketentuan tentang presidential threshold terhadap konstitusi.
Menuai pro dan kontra sejak awal pemberlakuannya, apa yang sebenarnya dimaksud dengan presidential threshold?
Baca juga: Pasal Presidential Threshold: Berkali-kali Digugat, Berulang Kali Ditolak MK
Gotfridus Goris Seran dalam bukunya "Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia dan Negara Lain", menyebutkan, presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.
Artinya, presidential threshold menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden di pemilihan umum (pemilu).
Baca juga: Membandingkan Sikap Parpol soal Presidential Threshold Jelang 2024 dan di Pemilu Sebelumnya