JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) meminta agar Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak ditafsirkan di luar dari tujuannya.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbud Ristek, Nizam menegaskan, aturan ini hanya fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.
“Mohon tidak ditafsirkan pada hal di luar apa yang diatur dalam permendikbud ini. permendikbud ristek ini tidak mengatur aspek di luar kekerasan seksual,” kata Nizam dalam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Nizam menegaskan, beleid ini sama sekali tidak melegalkan seks bebas.
Ia menjelaskan, “consent” dalam isi beleid tersebut merujuk pada konteks adanya unsur pemaksaan terkait suatu tindak kekerasan.
Baca juga: Permendikbud PPKS Timbulkan Pro-Kontra, Menteri Nadiem Disarankan Buka Ruang Dialog
“Dalam KBBI kekerasan adalah sesuatu yang dipaksakan, ada unsur pemaksaan. Jadi kata consent tersebut dalam konteks unsur pemaksaan tadi. Sama sekali tidak ada dalam pikiran kami untuk melegalkan perzinaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nizam menyebut, perihal aspek akhlak mulia, etika, dan moral, itu sudah menjadi dasar dan tujuan utama penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Pengaturan soal aspek moral dan etika tersebut juga sudah termuat dalam Undang-undnag Dasar 1945, Undnag-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undnag-undang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi, Permendikbud Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
“Berbagai permen dan peraturan-peraturan turunan lainnya, maupun kode etik di perguruan tinggi,” imbuh dia.
Selain itu, Nizam mengatakan, kekerasan seksual merupakan permasalahan yang sangat mengkhawatirkan, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Padahal, menurutnya, banyak mahasiswa yang memberikan laporan dan kajian tentang kasus kekerasan seksual dan meminta Kemendikbud Ristek untuk memberikan payung hukum yang jelas.
Bahkan, ia menambahkan, selama ini pimpinan perguruan tinggi juga tidak bisa menindaklanjuti laporan kekerasan seksual karena ketiadaan payung hukum.
Baca juga: Polemik Permendikbud PPKS, LBH APIK: “Consent” Bisa Jadi Batasan Terjadinya Kekerasan Seksual
“Selama ini para korban takut melapor, tidak tahu ke mana melapor dan tidak yakin mereka akan dilindungi, kalaupun berani melapor, tindak lanjut atas laporannya juga tidak jelas.
Diketahui, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 telah diterbitkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021.
Salah satu isi dari beleid itu, meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.