Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Independensi MA Dikhawatirkan Terganggu jika Gugatan Kewenangan KY ke MK Dikabulkan

Kompas.com - 17/10/2021, 18:44 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Program Director of Democratic Justice Kemitraan, Rifqi Assegaf menyatakan, independensi Mahkamah Agung (MA) bisa terganggu jika gugatan terhadap kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengusulkan pengangkatan calon hakim ad hoc dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan terhadap kewenangan KY itu diajukan seorang dosen bernama Burhanudin ke MK beberapa waktu lalu.

"Apabila judicial review (gugatan) diterima oleh MK, yang berarti hakim ad hoc di MA akan diangkat oleh MA sendiri, hal ini akan mengganggu prinsip independensi," ujar Rifqi, dalam diskusi virtual bertajuk "Mencermati Fenomena Pelemahan Anak Kandung Reformasi", Minggu (17/10/2021).

Baca juga: Ahli Hukum Sebut KY Berwenang Lakukan Seleksi Hakim Ad Hoc MA

Menurut Rifqi, jika gugatan tersebut dikabulkan, otomatis MA bisa mengangkat hakim ad hoc sendiri.

Jika itu terjadi, hal tersebut akan berdampak pada saat mengadili perkara bersama hakim agung lainnya. Situasi itu akan memberikan gangguan yang krusial terhadap independensi mereka pada saat mengadili perkara jika proses seleksinya akan diberikan kepada MA sendiri.

"Kasarnya seperti MA mengangkat hakim agung sendiri, tidak ada proses check and balance di dalamnya dan ini sangat berbeda dengan kewenangan MA, misalnya mengangkat hakim tingkat pertama dan banding," kata dia.

"Itu dua hal yang tidak bisa disamakan, karena yang satu bicara pengadilan di tingkat yang berbeda dan tidak ada isu independensi yang terganggu di dalamnya," sambung dia.

Di sisi lain, ia menduga gugatan itu merupakan upaya sistematis untuk melemahkan lembaga-lembaga baru pasca-reformasi.

Hal itu tak lepas dari peran lembaga tersebut yang kerap merugikan aktor elite politik hingga elite pebisnis.

"Yang paling sering adalah pelemahan kewenangan atau kedudukan lembaga tersebut baik melalui revisi UU, judicial review, atau membuat peraturan yang lemah atau tidak mengakui hasil kerja," ujar dia.

Permohonan uji materi terkait kewenangan KY itu diajukan seorang dosen bernama Burhanudin. Dosen itu mempersoalkan pasal 13 huruf a yang mengatur kewenangan KY dalam mengusulkan pengangkatan calon hakim ad hoc di MA.

Pasal tersebut mengatur, Komisi Yudisial mempunyai wewenang "mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan".

Menurut pemohon, frasa "dan hakim ad hoc" pada pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, sebagaimana bunyi Pasal 24B Ayat 1 konstitusi, kewenangan limitatif KY hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, bukan hakim ad hoc.

Dengan adanya Pasal 13 huruf a, KY akhirnya melakukan seleksi hakim ad hoc seperti halnya seleksi hakim agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com