Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasan Sadeli
Pemerhati Sejarah Maritim

Pemerhati Sejarah Maritim | Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.

 

Vanuatu dan Sentimen Anti-Indonesia

Kompas.com - 03/10/2021, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Hasan Sadeli*

VANUATU merupakan negara di Pasifik Selatan yang tidak pernah menyerah menyudutkan Indonesia dalam berbagai forum internasional. Baik dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) maupun dalam forum khusus tentang HAM di PBB.

Vanuatu selalu menuduh Indonesia yang dianggapnya melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua.

Tidak terhitung berapa kali Vanuatu melayangkan tuduhan semacam itu. Bahkan bila mundur ke belakang, beberapa negara Pasifik Selatan kerap menyebut Indonesia sebagai negara penjajah yang segala tindakannya diasosiasikan sebagai politik ekspansionis.

Karenanya, sejak dasawarsa 1970an mereka senantiasa melihat Indonesia sebagai ancaman.

Baca juga: Mengenal Vanuatu, Negara yang Kerap Kritik Indonesia soal Papua di PBB

Namun belakangan, di saat hampir mayoritas negara di Pasifik Selatan tidak lagi bersikap agresif terhadap Indonesia, Vanuatu justru menjadi satu-satunya negara di Pasifik Selatan yang tidak pernah absen untuk memprovokasi dunia internasional dengan melayangkan berbagai tuduhan terhadap Indonesia.

Vanuatu seolah memposisikan diri secara sepihak dengan mendeklarasikan diri sebagai penyambung aspirasi masyarakat Papua, dan menutup mata terhadap agresivitas kelompok separatis di Papua.

Vanuatu selalu bersikap kontraproduktif dan mengabaikan sikap bersahabat sebagaimana yang selalu ditunjukan oleh Indonesia.

Vanuatu juga melupakan berbagai upaya yang telah dilakukan Indonesia untuk menjalin hubungan diplomatik yang erat dengan Vanuatu, dan sejumlah negara lain di Pasifik Selatan.

Baca juga: Kisah Suku di Vanuatu Memuja Pangeran Philip sebagai Dewa, Ritualnya Spesial

Membangun hubungan diplomatik

Koran Kompas edisi 25 Mei tahun 1984 menuliskan bahwa Indonesia telah mulai merintis pengembangan hubungan diplomatik dengan beberapa negara Pasifik Selatan, seperti Fiji (1974), Papua Nugini (1975), dan Samoa Barat (1980). Namun, kegiatan diplomatik Indonesia saat itu masih dirangkap dari perwakilan Indonesia di Australia atau Selandia Baru.

Selanjutnya pada tahun 1983, Indonesia secara intensif mulai meningkatkan kerjasama di berbagai bidang. Hal ini ditandai dengan rangkaian kunjungan yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmaja, ke berbagai negara di kawasan Pasifik Selatan.

Dalam kesempatan itu, Indonesia berupaya melakukan kerjasama bidang kebudayaan dengan negara-negara di Pasifik Selatan. Selain itu Indonesia juga menginisiasi suatu program bernama Kerjasama Teknik Negara-negara Berkembang (KTNB).

Adanya kerjasama tersebut diharapkan menumbuhkan suatu sikap saling menghormati (mutual respect) dan saling percaya antara negara-negara di Pasifik Selatan terhadap Indonesia.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara di Pasifik Selatan yang dibangun ketika dasawarsa 80an, antara lain memang dimaksudkan untuk meminimalisasi kecaman negara-negara di kawasan tersebut.

Apalagi setelah Vanuatu berkali-kali menunjukan sikap anti-Indonesia dan menuntut sebuah negara Papua Merdeka. (Sukma Rizal dalam Asia-Pasifik dalam Kemelut dan Diplomatik)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com