Oleh: Hasan Sadeli*
PEMERINTAH menetapkan tanggal 23 September sebagai Hari Maritim Nasional. Penetapan ini merujuk pada diterbitkannya Surat Keputusan Nomor 249/1964 yang menenetapkan tanggal 23 September sebagai Hari Maritim Nasional.
Dikutip dari maritim.go.id, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) menghelat berbagai kegiatan dalam rangka memperingati Hari Maritim Nasional ke-57 tahun 2021.
Beberapa kegiatan tersebut antara lain pekan literasi maritim, FGD budaya maritim, pemutaran film kemaritiman, hingga pidato kenegaraan oleh Presiden Joko Widodo pada acara puncak tanggal 23 September 2021.
Presiden Joko Widodo memang dikenal sebagai pemimpin yang begitu menaruh perhatian terhadap sektor kemaritiman. Berbagai program dalam bidang kemaritiman terus dipacu demi mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Baca juga: Hari Maritim Nasional, Menhub: Potensi Bahari Harus Dimanfaatkan untuk Ekonomi Bangsa
Tetapi dalam tulisan ini, saya ingin fokus membahas mengenai salah satu upaya pemerintah dalam menciptakan produk hukum nasional bidang kemaritiman yang menurut saya amat krusial, yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Landas Kontinen.
RUU Landas Kontinen merupakan RUU yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. Adapun pembahasan mengenai RUU Landas Kontinen telah dilakukan oleh Pansus sejak beberapa bulan lalu.
RUU ini juga telah melalui beberapa kali rapat kerja yang dilakukan bersama pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai inisiator, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM.
Ihwal banyaknya kementerian yang terlibat dalam pembahasan RUU tentang Landas Kontinen, menandakan bahwa RUU ini tidak saja berhubungan dengan aspek kelautan dan kemaritiman, melainkan juga berhubungan erat dengan aspek yuridis penegakan hukum, pertahanan dan perbatasan negara.
RUU Landas Kontinen lahir untuk memperbaharui aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen yang tidak lagi relevan, karena masih merujuk pada Konvensi Jenewa tahun 1958.
Pembaharuan mengenai pengaturan dan tata kelola zona maritim di wilayah landas kontinen, sangat diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum laut internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS) tahun 1982, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 17 tahun 1985.
Baca juga: DPR Perpanjang Pembahasan Revisi UU ASN dan Revisi UU Landas Kontinen Indonesia
Indonesia adalah satu dari segelintir negara maritim di dunia yang dianugerahi peluang memperluas landas kontinennya melampaui 200 mil laut. Sementara keberadan UU Nomor 1 Tahun 1973 belum mengakomodasi uraian normatif, yang memberikan legitimasi kepada negara untuk menegakkan pelaksanaan hak berdaulat di luar 200 mil laut.
Ini karena RUU Nomor 1 Tahun 1973, hanya mengatur dan mengkategorikan Landas Kontinen di dalam area 200 mil laut, atau sebidang dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Itu sebabnya, pemerintah perlu menciptakan daya dukung melalui peraturan hukum nasional yang lebih komprehensif dan inheren dengan peraturan hukum laut internasional (UNCLOS), seperti yang kini tengah dibahas melalui RUU Landas Kontinen.
RUU Landas Kontinen harus dipandang sebagai suatu upaya progresif dari pemerintah dan DPR RI, terutama dalam sudut pandang implementasi pelaksanaan hak berdaulat bagi Indonesia di luar 200 mil laut.
Sebagaimana tadi disebutkan, bahwa Indonesia berpeluang besar untuk memperluas wilayah melampaui 200 mil laut. Hal ini bisa terjadi, karena UNCLOS memperkenankan negara pantai untuk melakukan pengajuan atau submisi perluasan landas kontinen (Landas Kontinen Ekstensi/LKE), diluar 200 mil laut sebagaimana yang tertuang dalam pasal 76 UNCLOS.
Dalam pengertian sederhana, Indonesia bisa memperluas wilayah melebihi 200 mil laut, tanpa perlu menumpahkan darah, tanpa perlu menjajah atau berperang dengan negara manapun, sejauh tidak melanggar ketentuan yang dipersyaratkan didalam UNCLOS.
Baca juga: UNCLOS 1982 dan Dampaknya pada National Security
Peluang untuk memperoleh hak berdaulat diwilayah LKE, sudah dibuka sejak komisi tentang batas landas kontinen PBB atau United Nations Commission on the Limits of Continental Shelf (UN-CLCS) mengeluarkan pedoman (guidlines) submisi perluasan landas kontinen pada tahun 1999.
Publik yang tidak terlalu akrab dengan klasifikasi zona maritim, dan hal-hal terkait hukum internasional yang mengatur tentang laut, mungkin akan mempertanyakan bagaimana bisa negara menyia-nyiakan kesempatan untuk memperluas wilayah yang sudah terbuka sejak lama.
Hal yang perlu dijelaskan di sini ialah bahwa upaya memperluas dasar laut dan memperoleh hak berdaulat di dalamnya, tidak bersifat praktis atau tidak bisa diraih hanya dengan metode umum melalui pengukuran jarak seperti dalam menentukan zona maritim untuk laut teritorial (12 mil), zona tambahan (24 mil), dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) 200 mil.
Terdapat beberapa syarat bagi suatu negara, agar submisinya disetujui oleh komisi batas landas kontinen PBB. Misalnya dengan melakukan penentuan area yang menjadi titik perubahan dari area terjal ke area landai, atau kaki lereng (foot of slope).
Lalu melakukan penelitian untuk menghimpun data ilmiah bidang kelautan yang tentunya memerlukan sumber daya manusia dan teknologi andal.
Selain itu, terdapat proses survei seismik untuk pengukuran ketebalan sedimen (gardiner) sebagaimana yang dilakukan di barat Aceh. Setelah itu, masih terdapat persoalan teknis lainnya yang perlu diselesaikan oleh pemerintah agar peluang memperoleh hak berdulat di luar 200 mil laut terwujud.
Sebagai tambahan, untuk suatu alasan tertentu, UNCLOS membatasi negara pantai yang melakukan submisi perluasan landas kontinen yang tidak lebih dari 350 mil.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, di antaranya melakukan sejumlah survei dan menyiapkan landasan yuridis melalui RUU Landas Kontinen yang sekarang masih dalam pembahasan.
Baca juga: Jokowi: Stabilitas di Laut China Selatan Tercipta jika Semua Negara Hormati UNCLOS 1982
Kesemuanya itu diperlukan sebagai instrumen dan bukti kesiapan kita dalam meyongsong pelaksanaan hak berdaulat di LKE.
Indonesia sendiri sudah melakukan submisi perluasan LKE di barat Aceh pada tahun 2008 dan disetujui PBB tiga tahun kemudian. Tidak berhenti sampai di situ, Indonesia juga mengajukan perluasan di utara Papua yang dilakukan pada tahun 2019, dengan luas 196.589,9 kilometer persegi.
Yang terakhir, Indonesia melakukan submisi untuk wilayah barat daya Provinsi Sumatera Utara pada Desember 2020, yang areanya lebih luas dari utara Papua. Untuk submisi yang kedua dan ketiga tersebut masih menunggu keputusan UN-CLCS.
Sampai September 2021, Indonesia menjadi negara terakhir yang melakukan submisi kepada PBB. Bukan tidak mungkin ke depan Indonesia akan melakukan submisi untuk area lainnya, mengingat masih terdapat wilayah yang memungkinkan untuk diajukan sebagai LKE.
Semua upaya pemerintah dalam melakukan submisi perluasan landas kontinen mengandung setidaknya dua makna penting dan mendasar.
Pertama, perluasan wilayah di dasar laut yang telah dan akan dilakukan Indonesia merupakan langkah strategis dan visioner.
Indonesia mampu memanfaatkan kelonggaran syarat yang diberikan UN-CLCS, salah satunya dengan terlebih dahulu melakukan pengajuan sementara (preliminary submission) sebelum melengkapi semua data yang dipersyaratkan.
Kedua, Indonesia ingin memperlihatkan konsistensinya dalam dunia kemaritiman dengan aktif berupaya memetakan potensi perairan maupun dasar perairannya, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proyeksi pembangunan nasional jangka panjang bidang kemaritiman.
Di samping itu, submisi ini dapat pula terhubung dengan peran historis dari para pendahulu kita yang dikenal memiliki kontribusi dalam menyumbangkan ide tentang dunia kemaritiman, salah satunya seperti yang tergambar dalam pengakuan UNCLOS tentang konsep negara kepulauan.
Segala potensi sumber daya alam yang terdapat di perairan kita termasuk di landas kontinen, diyakini mampu mendongkrak perekonomian nasional jika kita mampu mengelola dan memanfaatkannya.
Tinggal bagaimana Indonesia mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanan pemetaan melalui survei untuk memperoleh data kandungan SDA di dalamnya. Ini sesuatu yang perlu diimplementasikan dengan kerja nyata.
Indonesia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan besar, terlebih apabila dua upaya submisi terakhir kembali disetujui PBB.
Para peneliti bidang kelautan kita harus diarahkan untuk beranjak melakukan riset dari yang semula banyak dilakukan di perairan dangkal dan perairan di dekat pesisir, menuju laut dalam hingga menjangkau area terjauh landas kontinen.
Pemerintah harus menjadi fasilitator utama dalam memberikan dukungan untuk mengembangkan kapasitas khususnya di bidang riset kelautan berbasis implementasi.
Hal ini sudah seharusnya menjadi peta isu substansial yang harus dimasukan dalam pembahasan draft RUU Landas Kontinen.
Indonesia harus berdiri secara seimbang, karena bagaimanapun keberadaan kapal riset berkapasitas mumpuni, dan semua instrumen yang diperlukan dalam menunjang penelitian potensi kekayaan laut maupun dasar laut kita,sama pentingnya dengan berbagai program modernisasi alutsista.
Ke depan saya berharap, peningkatan anggaran di bidang riset akan menghiasi pemberitaan media-media kita.
Jika kita mengaku sebagai bangsa maritim, maka kita akan meletakan perhatian serta minat besar pada diskursus bidang pertahanan maritim, tanpa membiarkan laut dan dasar laut kita sepi dari aktivitas penelitian atau eksplorasi.
Bagaimanapun, lautan kita ini amatlah luas, mulai dari permukaan, lapisannya, hingga dasar lautnya, menyimpan kekayaan melimpah. Disamping menjaganya kita juga harus mengenalinya, sebab di sanalah masa lalu sekaligus masa depan kita. Selamat memperingati Hari Maritim Nasional. (*Hasan Sadeli, Pemerhati Sejarah Maritim, Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.