Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasan Sadeli
Pemerhati Sejarah Maritim

Pemerhati Sejarah Maritim | Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.

 

Vanuatu dan Sentimen Anti-Indonesia

Kompas.com - 03/10/2021, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Karena itu, kerjasama yang erat diperlukan mengingat beberapa negara di Kawasan Pasifik Selatan memiliki kesamaan etnologi, utamanya dengan penduduk yang berada di wilayah Timur Indonesia. Karena kawasan ini terbagi kedalam 3 wilayah budaya, yakni Mikronesia, Polinesia, dan Melanesia.

Untuk kawasan budaya Melanesia, entitas politik yang ada di dalamnya yaitu Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan Kaledonia Baru.

Negara-negara dari rumpun ini secara etnologi memiliki kesamaan dengan penduduk di wilayah timur Indonesia, khususnya Papua.

Di masa lalu, negara-negara tersebut pernah menyuarakan gerakan bernama Persaudaraan Melanesia, mereka menyoroti dan mengangkat setiap persoalan yang terjadi di Papua.

Dalam kurun waktu tertentu, isu etnologi menguat dan berkembang menjadi isu kawasan di Pasifik Selatan. Isu semacam ini sebenarnya tidak berdiri sendiri.

Baca juga: Kontroversi Harga Paspor Vanuatu Rp 2 Miliar, Syaratnya Sangat Mudah

Asal usulnya bisa dilacak dari watak kolonial Belanda. Hal itu sedemikian tercermin dalam lamanya proses intergrasi Papua dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).

Belanda menyatakan bahwa secara etnologis orang Irian tidak termasuk orang Indonesia, Sementara Indonesia berpegang pada Perjanjian Linggarjati yang menetapkan Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat mencakup seluruh bekas Hindia Belanda.

Bagaimanapun, Papua merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Indonesia karena persamaan historis, nasib, serta keinginan untuk hidup bersama.

Vanuatu perlu diingatkan untuk membaca rentang sejarah panjang Indonesia yang mencakup Papua di dalamnya.

Tinjauan etnologis tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya faktor pengikat suatu negara-bangsa. Dan memang tidak ada satu pun negara bangsa di dunia ini yang benar-benar homogen.

Segala upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam membangun negara kuat dan penuh toleransi di tengah kemajemukan memang penuh tantangan. Dan pemerintah Indonesia tidak pernah melakukan dikotomi terhadap keberadaan berbagai suku, agama, maupun ras.

Sayangnya, masih ada saja negara yang bersikap sentimen terhadap prinsip-prinsip kebinekaan dan persatuan yang selalu dijunjung Indonesia.

Vanuatu adalah proyeksi dari negara yang diliputi persangkaan negatif yang akut terhadap Indonesia. Sikapnya selalu tidak bersahabat.

Sejauh ini Indonesia nampak terlalu sabar menanggapi tuduhan keji dari Vanuatu di saat aparat, tenaga kesehatan, dan tenaga pendidik dibunuh dan diburu oleh kelompok bersenjata di Papua. (*Hasan Sadeli, Pemerhati Sejarah dan Kemaritiman, Lulusan Magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com