Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Golkar Sudah Imun terhadap Korupsi

Kompas.com - 27/09/2021, 10:22 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus korupsi yang menjerat dua kader Partai Golkar, Azis Syamsuddin dan Alex Noerdin, diyakini tidak berdampak besar terhadap elektabilitas partai berlambang pohon beringin tersebut.

Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, sejarah telah membuktikan bahwa kasus korupsi yang bergantian menimpa kader Golkar tidak serta-merta menggeser posisi Golkar sebagai partai papan atas di setiap pemilu.

"Tak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap popularitas dan elektabilitas Golkar. Golkar sudah terbiasa dengan itu. Golkar sudah kebal terkait kasus korupsi. Sepertinya Golkar sudah imun terhadap korupsi," ujar Ujang saat dihubungi, Senin (27/9/2021).

Ia mencontohkan, Golkar sebelumnya pernah tersandung kasus korupsi Al Quran yang dilakukan kadernya, tetapi pada Pemilu 2014, partai itu tetap keluar menjadi partai papan atas.

Begitu pula ketika Partai Golkar 'dihajar' oleh kasus korupsi KTP elektronik yang menyeret ketua umum Golkar dan ketua DPR saat itu, Setya Novanto, menjelang Pemilu 2019.

Baca juga: Pengamat: Golkar Harus Pilih Kader Berintegritas Gantikan Azis sebagai Pimpinan DPR

Tak hanya itu, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Golkar pun terlibat kasus suap dan dijebloskan ke penjara.

"Namun, Golkar masih memperoleh kursi terbesar kedua di DPR RI," kata Ujang.

Ujang berpendapat, kasus-kasus korupsi yang menimpa kader partai beringin memang memberi citra buruk pada partai tersebut, tetapi tidak berdampak banyak terhadap elektabilitas.

"Karena Golkar sudah berpengalaman, sudah berpengalaman sejak Orde Baru, sudah terbiasa dengan soal kasus-soal korupsi. Kalau partai lain akan terpuruk, ini terjadi hanya pada kasus Golkar," kata Ujang.

Dihukum rakyat

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpandangan, situasi tersebut tidak hanya dialami oleh Partai Golkar.

Ia mengatakan, kasus korupsi yang menimpa kader sebuah partai tidak akan berdampak secara langsung pada elektabilitas partai tersebut, apa pun partainya.

Berdasarkan riset yang dilakukan Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), kata Hendri, kasus-kasus korupsi hanya akan berdampak pada elektabilitas kader yang melakukan korupsi.

Baca juga: Golkar Bakal Umumkan Pimpinan DPR Pengganti Azis Syamsuddin Selasa Depan

"Jadi orang-orang yang sudah kena korupsi di KPK, maju lagi ke anggota DPR itu juga akan sulit untuk mendapatkan suara. Tapi partainya aman saja, selama langsung memberikan ultimatum tegas kepada si kader yang korupsi," ujar Hendri.

Oleh karena itu, Hendri berpendapat, masyarakat semestinya dapat 'menghukum' partai-partai yang kadernya langganan korupsi dengan tidak memilihnya di pemilihan umum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com