JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus korupsi yang menjerat dua kader Partai Golkar, Azis Syamsuddin dan Alex Noerdin, diyakini tidak berdampak besar terhadap elektabilitas partai berlambang pohon beringin tersebut.
Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin, sejarah telah membuktikan bahwa kasus korupsi yang bergantian menimpa kader Golkar tidak serta-merta menggeser posisi Golkar sebagai partai papan atas di setiap pemilu.
"Tak akan terlalu banyak berpengaruh terhadap popularitas dan elektabilitas Golkar. Golkar sudah terbiasa dengan itu. Golkar sudah kebal terkait kasus korupsi. Sepertinya Golkar sudah imun terhadap korupsi," ujar Ujang saat dihubungi, Senin (27/9/2021).
Ia mencontohkan, Golkar sebelumnya pernah tersandung kasus korupsi Al Quran yang dilakukan kadernya, tetapi pada Pemilu 2014, partai itu tetap keluar menjadi partai papan atas.
Begitu pula ketika Partai Golkar 'dihajar' oleh kasus korupsi KTP elektronik yang menyeret ketua umum Golkar dan ketua DPR saat itu, Setya Novanto, menjelang Pemilu 2019.
Baca juga: Pengamat: Golkar Harus Pilih Kader Berintegritas Gantikan Azis sebagai Pimpinan DPR
Tak hanya itu, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Golkar pun terlibat kasus suap dan dijebloskan ke penjara.
"Namun, Golkar masih memperoleh kursi terbesar kedua di DPR RI," kata Ujang.
Ujang berpendapat, kasus-kasus korupsi yang menimpa kader partai beringin memang memberi citra buruk pada partai tersebut, tetapi tidak berdampak banyak terhadap elektabilitas.
"Karena Golkar sudah berpengalaman, sudah berpengalaman sejak Orde Baru, sudah terbiasa dengan soal kasus-soal korupsi. Kalau partai lain akan terpuruk, ini terjadi hanya pada kasus Golkar," kata Ujang.
Dihukum rakyat
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpandangan, situasi tersebut tidak hanya dialami oleh Partai Golkar.
Ia mengatakan, kasus korupsi yang menimpa kader sebuah partai tidak akan berdampak secara langsung pada elektabilitas partai tersebut, apa pun partainya.
Berdasarkan riset yang dilakukan Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), kata Hendri, kasus-kasus korupsi hanya akan berdampak pada elektabilitas kader yang melakukan korupsi.
Baca juga: Golkar Bakal Umumkan Pimpinan DPR Pengganti Azis Syamsuddin Selasa Depan
"Jadi orang-orang yang sudah kena korupsi di KPK, maju lagi ke anggota DPR itu juga akan sulit untuk mendapatkan suara. Tapi partainya aman saja, selama langsung memberikan ultimatum tegas kepada si kader yang korupsi," ujar Hendri.
Oleh karena itu, Hendri berpendapat, masyarakat semestinya dapat 'menghukum' partai-partai yang kadernya langganan korupsi dengan tidak memilihnya di pemilihan umum.