Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbukti Langgar Etik, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Didesak Mundur

Kompas.com - 31/08/2021, 08:07 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik karena berkomunikasi dengan pihak yang berperkara, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Lili berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen.

Namun, hukuman tersebut dinilai tidak setimpal dengan pelanggaran etik. Sejumlah pihak berpandangan Lili sepatutnya mundur dari jabatan pimpinan KPK. 

Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK tidak hanya mengatur saksi pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan, tetapi juga pengunduran diri. Kedua sanksi tersebut termasuk kategori berat.

Anggota Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan, pengunduran diri mesti diambil agar tidak menambah beban dan menjaga kredibilitas KPK.

"Menurut saya, sebaiknya beliau dengan kehendak sendiri mengundurkan diri. Harus ada kerelaan dari yang bersangkutan agar tidak menjadi beban bagi KPK," kata Benny, saat dihubungi, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Benny Harman Sarankan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Mengundurkan Diri

Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, sanksi yang dijatuhkan kepada Lili mesti menjadi pelajaran berharga bagi KPK. Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri juga pernah dijatuhi sanksi etik.

"Jadi, sanksi yang diberikan kepada Lili ini adalah tamparan berat untuk institusi KPK, dan juga menjadi personal liability bagi yang bersangkutan," kata dia.

Terpisah, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Zaenur Rohman berpendapat, sanksi potong gaji yang dijatuhkan Dewan Pengawas tidak tegas. Putusan ini, kata Zaenur, menunjukkan sikap permisif terhadap pelanggaran etik di internal KPK.

"Ke depan insan KPK tidak akan terlalu takut melakukan pelanggaran, karena Dewas tidak keras terhadap pelanggaran,” ujar Zaenur.

Zaenur mengatakan, sanksi memotong 40 persen gaji pokok Lili sangat ringan karena gaji pokok wakil ketua KPK hanya bagian kecil dari penghasilan setiap bulan.

Meski gaji pokoknya dipotong 40 persen, Lili akan tetap menerima sejumlah tunjangan senilai Rp 107.971.250 setiap bulannya.

Menurut Zaenur, Dewas semestinya dapat meminta Lili mundur dari jabatannya.

"Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara. Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana,” kata Zaenur.

Baca juga: MAKI Desak Lili Pintauli Mundur dari Jabatan Pimpinan KPK

Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai Dewas KPK tidak paham aturan terkait pemberian sanksi berat terhadap Lili.

Senada dengan Zaenur, menurut Saut, Dewan Pengawas KPK semestinya dapat menjatuhkan sanksi berupa permintaan mengundurkan diri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com