JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong Kementerian Agama (Kemenag) menyusun regulasi tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan berbasis agama.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan, regulasi tersebut bisa berfokus pada optimalisasi upaya pencegahan dan memperkuat sistem layanan pengaduan kasus anak.
Pasalnya belakangan ini banyak kasus kekerasan anak yang terjadi di lingkungan pendidikan berbasis agama seperti pondok pesantren.
"Kami mendorong Kemenag menyusun regulasi pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan berbasis agama," kata Nahar dikutip dari siaran pers, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Ada Kasus Kekerasan di Pondok Pesantren, Kementerian PPPA Minta Santri Diawasi
Terlebih, kata dia, Kemen PPPA telah menerbitkan Pedoman Pesantren Ramah Anak pada 2019 yang fokus memperkuat peran orangtua, penghuni pesantren baik guru, pendamping asrama maupun santri dalam melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan pesantren.
Upaya tersebut adalah untuk mendorong pesantren memiliki pedoman pola pengasuhan-bimbingan (parenting system) dan pergaulan di lingkungannya, membuat program evaluasi tentang penanganan keluhan atau masalah anak yang ditindaklanjuti secara sistematis dan positif.
Kemudian mengadakan evaluasi pelaksanaan pengasuhan dan peningkatan kualitas pembelajaran di asrama atau pondok secara berkala serta memiliki peraturan dan mekanisme penanganan masalah peserta didik yang bijak, profesional, dan melindungi hak-hak anak.
"Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi oknum nakal yang menyalahgunakan lingkungan pendidikan agama sebagai sarana mempermudah pelaku menemukan korban dan melakukan kekerasan lebih leluasa," kata Nahar.
Baca juga: Kronologi Seorang Santri Tewas Dianiaya Seniornya, Berawal dari Sindir-sindiran
Meskipun demikian, kebijakan itu dinilainya tak akan berdampak signifikan tanpa peran masyarakat.
Contohnya pada kasus kekerasan seksual yang menimpa 25 santri di Sidoarjo beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, pondok pesantren Tahfiz Qur’an tempat kejadian perkara belum terdaftar secara resmi di Kemenag dan hanya mengandalkan donatur.
Situasi itu pun menyebabkan lokasi pesantren luput dari pengawasan Kementerian Agama.
"Sanksi tegas juga perlu diterapkan jika lembaga pendidikan telah melakukan pelanggaran, termasuk kekerasan pada anak didik," kata dia.
Baca juga: Menag Tegaskan Tak Akan Ada Dispensasi Santri Mudik Lebaran
Lebih lanjut Nahar mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan pondok pesantren tak terungkap karena korban takut melapor.
Ditambah lagi, kata dia, terkadang para pengelola pondok pesantren menggunakan dalil agama sebagai legitimasi melakukan tindak kekerasan.
"Padahal, setiap orangtua mengharapkan pendidikan yang layak dan baik untuk anak-anaknya, salah satunya adalah pendidikan agama yang dinilai mampu memberikan pengetahuan, membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan dalam mengamalkan ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.