Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial: Menpan RB Harusnya Dukung Langkah Komnas HAM Panggil Pimpinan KPK

Kompas.com - 09/06/2021, 17:31 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Imparsial Al Araf menilai, seharusnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mendukung langkah Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pemanggilan tersebut terkait penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Sikap Menpan RB harusnya mendukung langkah Komnas HAM dan bukan sebaliknya," kata Araf kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

Baca juga: Guru Besar UGM: TWK Rentan Jadi Alat Singkirkan Pegawai yang Tak Sejalan dengan Penguasa

Araf juga menilai ucapan Tjahjo yang membandingkan TWK dengan penelitian khusus (litsus) pada era Orde Baru tidak tepat.

Menurut Araf, dalam era demokrasi saat ini, HAM telah menjadi bagian norma bernegara yang harus dijunjung tinggi.

"Sedangkan era Orde Baru yang merupakan era otoritarianisme menerapkan banyak praktik politik buruk termasuk terkait dengan isu hak asasi manusia," ujar dia.

Araf mengatakan, praktek litsus pada era Orde Baru merupakan cara kekuasaan menyaring orang-orang yang akan duduk di pemerintahan sesuai dengan selera penguasa.

Oleh karena itu, model penerapan semacam litsus tidak boleh lagi terjadi di era demokrasi saat ini.

Baca juga: Dukung KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Motif Tjahjo Kumolo Dipertanyakan

Sebelumnya diberitakan, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos TWK. Berdasarkan nama-nama yang beredar, mereka adalah penyelidik dan penyidik kasus besar.

Ada pula pegawai yang pernah mengkritik pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dan menentang revisi UU KPK. Kemudian, 51 dari 75 pegawai yang tak lolos TWK bakal diberhentikan dan sisanya akan dibina.

Belakangan, pegawai KPK yang tak lolos melaporkan soal dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK ke Komnas HAM.

Mereka mempersoalkan dasar hukum TWK yang hanya diatur melalui Peraturan KPK. Selain itu, sejumlah pertanyaan TWK dianggap melecehkan dan melanggar privasi warga negara.

Dalam proses penyelidikan, pimpinan KPK tak memenuhi panggilan Komnas HAM dan meminta penjelasan mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan TWK.

Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba

Sikap KPK ini didukung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. Menurut Tjahjo, tidak ada kaitan antara penyelenggaraan TWK dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Tjahjo menilai, TWK merupakan hal yang biasa. Ia membandingkan dengan pengalamannya mengikuti penelitian khusus (litsus) pada era Orde Baru.

Hanya saja, menurut Tjahjo, saat ini pertanyaan yang digali dalam TWK lebih luas, tidak hanya soal keterkaitan seseorang dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Zaman saya litsus tahun 1985 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas, secara kompleks," ujar Tjahjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com