Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesederhanaan di Balik Sosok Muchtar Pakpahan yang Vokal Membela Buruh

Kompas.com - 23/03/2021, 14:22 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Minggu (21/3/2021) menjadi hari yang kelam bagi para buruh di Indonesia.  

Mereka kehilangan sosok yang selama ini menjadi pelopor dan pahlawan pergerakan buruh, Muchtar Pakpahan.

Meski raga telah tiada, nama Muchtar Pakpahan tetaplah abadi dan harum bagi mereka yang mengaguminya.

Kepergian pendiri sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) periode 1992-2003 ini meninggalkan kisah yang patut diteladani. 

Baca juga: Kenang Muchtar Pakpahan, KSPSI: Selamat Jalan Pejuang Buruh Indonesia

Sebagai remaja yang ditinggal kedua orangtuanya, Muchtar muda bahu-membahu dengan tiga kakak dan satu adiknya menghidupi keluarga mereka. 

Saat berusia 11 tahun, ia sudah yatim lantaran ditinggal ayahnya, Sutan Djohan Pakpahan.

Kemudian, saat usia 18 tahun, ibunya, Victoria Silalahi menyusul sang ayah ke surga. 

Kelima yatim piatu itu pun harus berjuang untuk hidup. Saat itu, Muchtar memilih untuk menjadi tukang becak. Kadang-kadang, dia juga menjajakan koran atau roti.

"Ya, pokoknya berganti-ganti. Yang mana sempatlah," kata Pakpahan seperti dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, Sabtu (18/9/1993)

Bekerja mengayuh becak pun tak membuat Pakpahan rendah diri. Sebaliknya, dari becak itulah ia mengejar mimpinya menjadi seorang dokter. 

Ia pun memilih berkuiah di Fakultas Kedokteran Universitas Methodis Medan.

Kendati mengawali kuliah sebagai mahasiswa ilmu kedokteran, tetapi jalan hidup Pakpahan mengantarkannya menjadi advokat.

Baca juga: Muchtar Pakpahan dan Obsesinya Membela Rakyat Kecil Sejak Masih Menarik Becak

Dari Fakultas Kedokteran Universitas Methodis Medan, ia pindah ke Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Gelar Doktor Ilmu Hukum Tata Negara pun diraihnya saat hampir berusia 40 tahun. Meskipun menyandang gelar doktor, Muchtar tetap hidup sederhana.

Kesederhanaannya saat kecil dibawanya hingga kehidupan berumah tangga. Ia tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Kayu Putih Selatan, Jakarta Timur.

Di sana, ia hidup bersama istri dan tiga anaknya, Binsar Jonathan Pakpahan, Johannes Dartha Pakpahan, dan Ruth Damaihati Pakpahan.

Pada masa tersebut, tiga anak Muchtar Pakpahan masih usia sekolah. Ketiganya bersekolah di sekolah negeri. 

Ketika ditanya alasan menyekolahkan tiga anaknya di sekolah negeri, pria kelahiran Bah Jambi II, Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara itu pun secara gamblang menjawab karena tidak punya uang.

"Nilai gaji kami berdua sebulan digabung hanya sekitar Rp 1,5 juta," ucap Muchtar Pakpahan dikutip Harian Kompas, 18 September 1993.

Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru

Namun, perkara gaji tersebut bukan berarti Pakpahan lantas enggan berniat menyekolahkan tiga anaknya di sekolah swasta.

Sempat terpikir olehnya akan menyekolahkan tiga anaknya di sekolah swasta. Namun, keiginan tersebut pupus sudah lantaran dia tetap dimintai biaya tinggi.

"Dulu tahun 1987 kami mau masukkan ke sekolah swasta yang bermutu tinggi, tetapi meski sudah bilang saya cuma aktivis gereja berpenghasilan terbatas, tetap saja dimintai biaya Rp 450.000, ya saya mundurlah," ucap dia.

Gagal menyekolahkan tiga anaknya di sekolah swasta, Muchtar Pakpahan dan istri, Rosintan Marpaung tetap meluangkan waktunya guna mendidik langsung anak-anak.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com