JAKARTA, KOMPAS.com - Obsesinya membela rakyat kecil dan memperjuangkan ketidakadilan sudah muncul saat ia duduk di bangku sekolah menengah atas.
Tahun 1972, Muchtar Pakpahan bersekolah sambil membantu orangtua mencari nafkah dengan menarik becak.
Saat itu, ia tengah beristirahat sejenak dan menikmati semangkuk miso (semacam bakso) yang dijajakan pedagang kali lima.
Namun, ia menemukan ketidakadilan di depan matanya. Tiga berandal menolak membayar miso yang mereka makan. Muchtar pun berkelahi dengan tiga berandal itu.
“Rasa senasib, mungkin itu yang jadi penyebab menggelegaknya obsesi buat menegakkan keadilan," ucap Pakpahan dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, Sabtu (18/9/1993).
Muchtar kini menjadi tokoh pergerakan buruh yang memperjuangkan hak-hak buruh.
Kesediaan dan pengorbanannya menjadi Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
Adapun SBSI merupakan organisasi buruh di luar SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang tidak diakui pemerintah.
Baca juga: Tokoh Gerakan Buruh Muchtar Pakpahan Meninggal Dunia
Obsesi untuk menolong orang semakin kuat saat Pakpahan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (1981).
Saat itu, ia menyaksikan seorang ibu diperlakukan semena-mena oleh oknum Polsek Teladan Medan.
Tangisan sang ibu menyayat hatinya. Ibu tersebut dimintai uang jika mau dibebaskan.
"Saya kebetulan lewat di samping sel tahanannya ketika mendengar tangisnya, sehingga tahu, bahwa ibu itu dimintai Rp 50.000 kalau mau dibebaskan. Padahal tuduhan ibu itu membantu penadahan tak terbukti," tutur dia.
Pakpahan pun menemui Dansek Polsek Teladan Medan. Namun, hal yang terjadi berikutnya, ia malah dibentak.
"Itu bukan urusanmu," ucap Muchtar Pakpahan menirukan perkataan Dansek Polsek Teladan Medan ketika itu.
Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru
Karena mendapatkan perlakuan seperti itu, ia terpaksa menjelaskan bahwa dia baru saja bertemu dengan Dantabes Medan di Universitas Methodis.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.