Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Dinilai Paling Dirugikan Dengan Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras

Kompas.com - 22/03/2021, 18:32 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, petani menjadi pihak yang paling dirugikan dalam kebijakan impor 1 juta ton beras oleh pemerintah pusat.

Menurut Trubus, tanpa kebijakan tersebut, petani masih harus berhadapan dengan situasi yang tidak menguntungkan seperti harga pupuk yang melonjak, maupun permainan harga oleh tengkulak.

Dengan kebijakan impor beras, lanjut Trubus, petani semakin menghadapi situasi yang sulit.

"Petani itu sudah dirugikan dengan tengkulak yang kerap mencicil pembayaran hasil beras pada petani, belum harga pupuk yang tinggi, sekarang dengan kebijakan impor beras mereka (petani) semakin kesulitan," jelas Trubus pada Kompas.com, Senin (22/3/2021).

Apalagi, lanjut Trubus, harga beras tidak pernah mengalami lonjakan seperti harga kebutuhan pokok lainnya seperti cabai atau bawang.

Baca juga: Polemik Impor Beras, ke Mana Seharusnya Kebijakan Pemerintah Berpihak?

Dengan harga yang terus menerus dipertahankan stabil, terlebih keinginan pemerintah untuk melakukan impor beras, petani semakin tidak diberi akses untuk menjadi sejahtera.

"Kebijakan ini memangkas akses petani untuk berkembang dan bisa hidup sejahtera. Petani sangat tidak diuntungkan dari segi harga (beras) maupun kapasitas produksinya. Kebijakan ini sama sekali tidak menguntunkan petani padi," ungkap Trubus.

Trubus kemudian mempertanyakan komitmen pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo untuk pro terhadap petani.

Jika kebijakan ini dilakukan, maka ia juga menegaskan bahwa kementerian justru menunjukan sikap kontra produktif pada pernyataan Jokowi tentang cinta produk dalam negeri.

"Artinya ya kebijakan ini berseberangan atau kontra produktif dengan sikap Pak Jokowi yang menggaungkan cinta produk dalam negeri, dan peningkatan kualitas produk indonesia," turur Trubus.

"Selain itu publik juga mempertanyakan sikap Pak Jokowi untuk melakukan perlindungan pada para petani," sambungnya.

Baca juga: Impor Beras Diprotes PDI-P, Pemerintahan Jokowi Dinilai Tak Sistematis

Sebagai informasi kebijakan pemerintah untuk melakukan impor 1 juta ton beras tidak disetujui oleh beberapa kepala daerah.

Seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang meminta pemerintah pusat menunda impor beras sampai musim panen berakhir.

Juga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang justru meminta pemerintah membeli beras dari Jawa Barat yang mengalami surplus sebanyak 300.000 ton.

Penolakan juga ditunjukan Gubernur Jawa Timur, Khofifah, yang menegaskan cadangan beras di wilayahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hingga akhir Mei 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com