JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis penyebab Rizieq Shihab walkout atau pergi meninggalkan persidangan virtual perkara pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Reza menuturkan, persidangan virtual memang memberikan dampak psikologis berbeda terhadap terdakwa. Menurutnya, dampak psikologis ini kerap luput dari penyelenggaraan sidang virtual.
"Ketika persidangan dilangsungkan secara virtual, ternyata ada sekian banyak dampak psikologis yang bisa muncul. Sisi inilah yang tampaknya vakum dalam cermatan lembaga penegakan hukum dan juga sebagian sarjana hukum," kata Reza saat dihubungi, Senin (22/3/2021).
Baca juga: Rizieq Shihab Sempat Marah dan Walkout, Penghinaan terhadap Peradilan?
Ia mengatakan, terdakwa dalam persidangan virtual, merasakan adanya dehumanisasi. Selain itu, juga merasa terputus dari lingkungan sekitar.
Akibatnya, terdakwa bisa saja memilih meninggalkan persidangan virtual.
"Itulah penjelasan kenapa mereka lebih sering berteriak dan keluar dari ruang sidang ketika mereka diadili secara daring," ujar Reza.
Ada pula faktor-faktor kendala teknologi yang kerap menimbulkan masalah. Misalnya, suara yang terputus-putus dan sinyal yang buruk sehingga ada jeda yang panjang antara jawaban dan pertanyaan.
Hal ini, Reza menuturkan, tidak hanya berdampak terhadap terdakwa atau saksi di ruang sidang, tapi juga majelis hakim.
"Sinyal yang tidak stabil bisa menambah keraguan para pihak di ruang sidang. Akan muncul kesan bahwa Yang Mulia justru menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan serba aneka kendala teknologi," katanya.
Baca juga: Jaksa Akhirnya Bacakan Dakwaan, meski Rizieq Sempat Ancam Walkout
Ia mencontohkan dalam beberapa persidangan virtual, putusan majelis hakim kerap merugikan terdakwa.
Misalnya, kriminal yang mengajukan jaminan lewat persidangan jarak jauh, jika dikabulkan, ternyata harus membayar jaminan dengan besaran hampir 100 persen lebih tinggi.
"Itu semua bisa ditafsirkan sebagai, katakanlah, kerugian bagi pihak-pihak yang disidang secara virtual," ucap Reza.
Karena itu, Reza mengatakan dampak psikologis dalam penyelenggaraan sidang virtual ini harus dikelola dengan cermat.
Ia menegaskan, sikap terdakwa atau saksi yang memilih meninggalkan ruang sidang tidak bisa semata-mata dikatakan sebagai sebuah penghinaan terhadap lembaga peradilan atau majelis hakim.
"Kalau kondisi-kondisi psikologis akibat persidangan virtual ini diabaikan, konsekuensi buruknya tidak hanya ke terdakwa, tapi juga ke hakim," tuturnya.
Baca juga: Dakwaan Jaksa, Rizieq Hasut Masyarakat Hadiri Peringatan Maulid dan Pernikahan di Petamburan
Pada persidangan pada Selasa (16/3/2021) dan Jumat (19/3/2021), Rizieq Shihab yang menjadi terdakwa dalam kasus pelanggaran kekarantinaan kesehatan secara terang-terangan menolak sidang pembacaan dakwaan untuknya yang digelar secara virtual.
Mantan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu berkukuh hadir langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, bukan mengikuti sidang telekonferensi dari Rumah Tahanan Mabes Polri.
"Saya didorong, saya tidak mau hadir, Sampaikan ke majelis hakim saya tidak rida dunia akhirat," kata Rizieq.
Setelahnya, ia meninggalkan persidangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.