JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan staf khususnya Andreau Misanta Pribadi diduga menyalahgunakan kunjungan online.
Adapun kunjungan online tersebut difasilitasi Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) bagi keluarga maupun penasihat hukum.
Seperti diketahui, Edhy dan staf pribadinya ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap ekspor benih lobster pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Baca juga: KPK Periksa 6 Saksi dan Sita Sejumlah Dokumen Terkait Kasus Edhy Prabowo
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, kunjungan online itu sebagaimana tercatat dan mendapatkan izin oleh pihak Rutan adalah untuk keluarga inti dari Edhy dan stafnya.
Namun, diduga ada pihak lain yang turut hadir dalam kunjungan online tersebut.
"Pihak yang turut hadir dalam kunjungan online dimaksud ternyata tidak tercatat dan terdaftar sebagai bagian dari pihak keluarga para tersangka," kata Ali dalam keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).
Ali mengatakan, terkait munculnya pihak lain saat dilakukannya kunjungan online itu, pihak Rutan KPK telah melakukan pengecekan.
Baca juga: Edhy Prabowo Disebut Kenalkan Terdakwa Penyuap sebagai Temannya ke Jajaran KKP
"Atas kejadian tersebut, pihak Rutan KPK tentu akan lebih selektif dan aktif memantau pelaksanaan kunjungan online bagi para tahanan di Rutan KPK," ucap Ali.
Untuk diketahui, dalam situasi pandemi Covid-19, KPK mengubah mekanisme pertemuan tahanan dengan keluarga ataupun penasihat hukum dengan kunjungan online.
Kunjungan online tersebut diatur dan difasilitasi KPK sesuai jadwal dan waktu yang telah ditentukan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka sebagai penerima suap.
Tujuh tersangka tersebut yakni Edhy Prabowo, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) Safri, Staf Khusus Edhy Prabowo sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) Andreau Misanta Pribadi.
Kemudian, Amiril Mukminin dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.
Baca juga: Saksi Sebut Edhy Prabowo berikan Rp 168,4 Juta untuk Beli 8 Sepeda
Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Selain itu, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.