Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Minta Pemerintah Dorong RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas

Kompas.com - 15/02/2021, 19:49 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta Kementerian Hukum dan HAM mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyampaikan hal tersebut saat bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly beserta jajaran di kantor Kemenkumham, Senin (15/2/2021).

"Sehubungan dengan tidak adanya lagi pending issue, PPATK meminta kesediaan Kemenkumham sebagai wakil pemerintah untuk mendorong ditetapkannya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai RUU Prioritas Tahun 2021 atau setidaknya RUU Prioritas 2022," ujar Dian dalam keterangannya, Senin.

Baca juga: Ketua MPR Desak Penegak Hukum Fokus dalam Perampasan Aset Koruptor

Ia menuturkan, RUU yang diinisasi oleh PPATK itu disusun pada 2008. RUU itu kemudian selesai dibahas antarkementerian pada November 2010.

Kementerian/lembaga yang terlibat dalam penyusunannya adalah Kemenkumham, PPATK, Kemenpan RB, Kementerian Keuangan, Kementerian Sekretariat Negara, akademisi FH UI, Polri, KPK, Kejaksaan Agung, dan tenaga ahli.

"RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah disampaikan kepada Presiden melalui surat Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH.PP.02.03-46 tanggal 12 Desember 2011," ujar Dian.

Adapun RUU itu dirumuskan dengan mengadopsi ketentuan dalam The United Nations Convention against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture.

Dian merinci, RUU itu memiliki tiga substansi utama yakni, unexplained wealth sebagai salah satu aset yang dapat dirampas untuk negara, hukum acara perampasan aset, dan pengelolaan aset.

Menurutnya, unexplained wealth merupakan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usulnya secara sah, dan diduga terkait dengan tindak pidana.

Kemudian, hukum acara perampasan aset dalam RUU disebut menekankan pada konsep negara versus aset (in rem), yang juga mengatur tentang perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Diminta Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

Terakhir, menyoal pengelolaan aset, RUU merinci sembilan jenis kegiatannya yakni, penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengembalian.

Apabila RUU itu disahkan, PPATK menilai, dapat membantu pengembalian kerugian negara dari hasil tindak pidana.

"Dan akan memberi efek jera kepada pelaku dan deterrent effect bagi calon pelaku kejahatan ekonomi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com