Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf: Tak Ada Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 21/10/2020, 05:00 WIB
Kristian Erdianto

Editor

"Di dalam keputusasaan, di dalam kelelahan, kami keluarga korban selalu mempertahankan harapan." - Maria Katarina Sumarsih.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengabaian agenda penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat menjadi catatan terhadap satu tahun Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Pemerintah dinilai belum sepenuh hati dalam memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi korban pelanggaran HAM.

Dalam ringkasan eksekutif bertajuk Resesi Demokrasi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut tidak ada kemajuan terkait penegakan HAM, bahkan cenderung mundur.

Upaya penyelesaian kasus melalui mekanisme pengadilan nyaris tidak berjalan. Kondisi ini dikhawatirkan akan melanggengkan praktik impunitas.

Kasus Paniai

Kontras menyoroti pengembalian berkas penyelidikan kasus Paniai tahun 2014 oleh Kejaksaan Agung kepada Komnas HAM dengan alasan berkas belum lengkap. Sementara, Komnas HAM telah menetapkan peristiwa Paniai yang terjadi pada 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Presiden Jokowi Disarankan Bentuk Tim Penyidik dan Penuntut Independen Kasus Paniai

Keputusan tersebut berdasarkan hasil penyelidikan Tim Ad Hoc yang bekerja selama 5 tahun, mulai 2015 hingga 2020. Menurut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dalam Peristiwa Paniai terjadi kekerasan terhadap penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk.

Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka penganiayaan.

Ketua Tim Ad Hoc, Choirul Anam mengatakan, peristiwa Paniai memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Artinya ada tindakan pembunuhan dan penganiayaan secara sistematis atau meluas yang ditujukan pada penduduk sipil.

Semanggi I dan II

Persoalan lain yang sempat menjadi polemik yakni pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Hal ini disampaikan Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (16/1/2020).

Burhanuddin merujuk pada hasil Rapat Paripurna DPR periode 1999-2004 yang menyatakan Tragedi Semanggi I dan II tidak termasuk pelanggaran HAM berat. Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.

Hasil Rapat Paripurna tersebut juga ditolak oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf dan Polemik Penegakan HAM

Burhanuddin kemudian mengklarifikasi pernyataannya. Dia menegaskan, pada prinsipnya Kejaksaan Agung siap untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Dia menuturkan, kasus pelanggaran HAM siap dituntaskan apabila berkas dari kasus tersebut memenuhi syarat materil dan formil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com