"Kami akan lakukan penelitian apakah memenuhi materil dan formil, itu adalah janji saya. Saya ingin perkara ini tuntas agar tidak jadi beban," ujar Burhanuddin.
Gugatan ke PTUN
Akibat pernyataan itu, Burhanuddin digugat oleh keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II melalui Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN), Selasa (12/5/2020).
Pihak keluarga korban yang melayangkan gugatan yakni Maria Katarina Sumarsih, ibunda almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan, dan Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Hap.
Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Semanggi I dan II Gugat Jaksa Agung ke PTUN
BR Norma Irmawan merupakan mahasiswa yang menjadi korban penembakan saat aksi unjuk rasa di Jakarta pada 13 November 1998. Sedangkan Yap Yun Hap adalah mahasiswa korban penembakan saat aksi unjuk rasa 24 September 1999.
Kedua peristiwa tersebut dikenal dengan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
Koalisi Untuk Keadilan Semanggi I dan II mengajukan gugatan tersebut karena menilai pernyataan Burhanuddin dapat memengaruhi upaya penyelesaian kasus .
“Ini memang masuk ke wilayah wewenang dapat digugat di PTUN karena pernyataan Jaksa Agung bersifat resmi dan bisa punya dampak langsung ke kebijakan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat (Semangggi I dan II),” kata anggota koalisi, Saleh Al Ghifari, melalui telekonferensi, Selasa (12/5/2020).
Baca juga: 4 Tahun Presiden Jokowi, Janji Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Masih Gelap
Koalisi menilai, pernyataan Burhanuddin merugikan keluarga korban dan mencederai perjuangan panjang dalam mencari keadilan. Koalisi berharap Burhanuddin mencabut pernyataannya.
Selain itu, koalisi juga ingin menjadikan gugatan tersebut sebagai pembelajaran bagi negara dalam menegakkan keadilan.
“Ini menjadi momentum juga bagi kita untuk mengingatkan terus negara bahwa ketika mereka mempertontonkan pembiaran atau dengan sengaja menjaga impunitas itu terus ada, kita enggak mau diam, kita menolak, kita melawan lupa,” ucap dia.
Menaruh harapan
Kendati pemerintah seakan abai dalam memberikan hak atas keadilan, namun keluarga korban masih menaruh harapan kepada negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
"Banyak orang mengatakan bahwa HAM adalah jantung demokrasi, sekecil apa pun saya selalu memelihara harapan," ujar Sumarsih, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu Tak Tuntas, Sumarsih: Saya Selalu Memelihara Harapan
Harapan masih terus dipelihara oleh keluarga korban meski rasa keputusasaan acap kali membayangi. Putus asa karena negara tak kunjung mengambil langkah untuk memberikan keadilan kepada warganya.