Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Berat Koruptor Minim, Cita-cita Indonesia Bebas Korupsi Dinilai Sulit Terealisasi

Kompas.com - 12/10/2020, 13:04 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penanganan kasus korupsi di Tanah Air sepanjang Semester I-2020 memiliki banyak catatan. Mulai dari minimnya hukuman berat untuk koruptor, vonis bebas terdakwa kasus korupsi yang meningkat, hingga koruptor yang dikurangi masa hukumannya di tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, ringannya hukuman terhadap koruptor membuat penanganan kasus korupsi di Tanah Air berjalan kurang maksimal. Selain itu, hukuman yang ringan juga diperkirakan tidak akan membuat para pelaku korupsi jera untuk tidak mengulani perbuatannya kembali.

"Cita-cita untuk bisa menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi, pemberian efek jera yang maksimal, rasanya masih sangat jauh itu akan terealisasi," kata Kurnia dalam konferensi daring di Jakarta, Minggu (11/10/2020).

Baca juga: Temuan ICW, Rata-rata Vonis Perkara Korupsi Hanya 3 Tahun di Semester I Tahun 2020

Vonis ringan mendominasi

Berdasarkan catatan ICW, ada 10 terdakwa kasus korupsi yang divonis di atas 10 tahun sepanjang semester pertama tahun ini. Jumlah ini memang naik bila dibandingkan kurun waktu yang sama pada tahun lalu yang hanya ada dua terdakwa yang divonis berat.

Namun, bila dibandingkan dengan terdakwa yang divonis ringan dan sedang, jumlahnya masih kalah banyak.

"Rata-rata vonis semester I-2020 ternyata hanya 3 tahun penjara. Tentu ini ironis sekali karena ini masuk kategori hukuman ringan (menurut) penilaian ICW," kata dia.

Baca juga: Temuan ICW: Semester I 2020, Hukuman Uang Pengganti kepada Koruptor Tak Sebanding Kerugian Negara

Dijelaskan Kurnia, setidaknya ada 1.008 perkara korupsi yang disidangkan sepanjang semester pertama, baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi/peninjauan kembali (PK) dengan 1.043 terdakwa.

Untuk di tingkat pertama atau di pengadilan negeri, tercatat ada 838 kasus yang disidangkan dengan rata-rata vonis 2 tahun 11 bulan.

Sedangkan di tingkat pengadilan tinggi atau banding ada 162 perkara yang disidangkan dengan rata-rata hukuman yaitu 3 tahun 6 bulan. Sementara di tingkat PK atau kasasi, ada 8 perkara yang disidangkan dengan rata-rata vonis 4 tahun 8 bulan.

"(Vonis di tingkat kasasi/PK) ini sebenarnya tergolong sangat rendah karena ini kita himpun dari beberapa putusan PK yang justru diterima PK-nya oleh MA," kata dia.

Baca juga: ICW: Vonis Bebas dan Lepas untuk Terdakwa Kasus Korupsi Meroket di Semester I Tahun 2020

Vonis bebas naik 3 kali lipat

Adapun vonis bebas atau lepas pada semester pertama tahun ini mengalami lonjakan lebih dari 3 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

ICW mencatat, ada 55 terdakwa kasus korupsi yang telah divonis bebas. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan bila dibandingkan semester I-2019 yang hanya ada 17 orang.

Berdasarkan data, pengadilan negeri dengan vonis bebas terbanyak tercatat di Banda Aceh dan Medan, masing-masing 6 terdakwa.

Selanjutnya ada PN Makassar dengan 5 terdakwa yang divonis bebas. Kemudian PN Kendari, PN Manado, dan PN Pekanbaru masing-masing memberikan vonis bebas terhadap 4 terdakwa.

Baca juga: MA Diskon Hukuman Anas Urbaningrum, Daftar Koruptor yang Dapat Keringanan Tambah Panjang

Lalu PN Semarang, PN Palu, dan PN Jambi yang memberikan vonis bebas kepada 3 terdakwa. Lalu masing-masing vonis bebas terhadap 2 terdakwa di PN Bandung, PN Banjarmasin dan PN Mataram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com