JAKARTA, KOMPAS.com - Penanganan kasus korupsi di Tanah Air sepanjang Semester I-2020 memiliki banyak catatan. Mulai dari minimnya hukuman berat untuk koruptor, vonis bebas terdakwa kasus korupsi yang meningkat, hingga koruptor yang dikurangi masa hukumannya di tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, ringannya hukuman terhadap koruptor membuat penanganan kasus korupsi di Tanah Air berjalan kurang maksimal. Selain itu, hukuman yang ringan juga diperkirakan tidak akan membuat para pelaku korupsi jera untuk tidak mengulani perbuatannya kembali.
"Cita-cita untuk bisa menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi, pemberian efek jera yang maksimal, rasanya masih sangat jauh itu akan terealisasi," kata Kurnia dalam konferensi daring di Jakarta, Minggu (11/10/2020).
Baca juga: Temuan ICW, Rata-rata Vonis Perkara Korupsi Hanya 3 Tahun di Semester I Tahun 2020
Berdasarkan catatan ICW, ada 10 terdakwa kasus korupsi yang divonis di atas 10 tahun sepanjang semester pertama tahun ini. Jumlah ini memang naik bila dibandingkan kurun waktu yang sama pada tahun lalu yang hanya ada dua terdakwa yang divonis berat.
Namun, bila dibandingkan dengan terdakwa yang divonis ringan dan sedang, jumlahnya masih kalah banyak.
"Rata-rata vonis semester I-2020 ternyata hanya 3 tahun penjara. Tentu ini ironis sekali karena ini masuk kategori hukuman ringan (menurut) penilaian ICW," kata dia.
Baca juga: Temuan ICW: Semester I 2020, Hukuman Uang Pengganti kepada Koruptor Tak Sebanding Kerugian Negara
Dijelaskan Kurnia, setidaknya ada 1.008 perkara korupsi yang disidangkan sepanjang semester pertama, baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi/peninjauan kembali (PK) dengan 1.043 terdakwa.
Untuk di tingkat pertama atau di pengadilan negeri, tercatat ada 838 kasus yang disidangkan dengan rata-rata vonis 2 tahun 11 bulan.
Sedangkan di tingkat pengadilan tinggi atau banding ada 162 perkara yang disidangkan dengan rata-rata hukuman yaitu 3 tahun 6 bulan. Sementara di tingkat PK atau kasasi, ada 8 perkara yang disidangkan dengan rata-rata vonis 4 tahun 8 bulan.
"(Vonis di tingkat kasasi/PK) ini sebenarnya tergolong sangat rendah karena ini kita himpun dari beberapa putusan PK yang justru diterima PK-nya oleh MA," kata dia.
Baca juga: ICW: Vonis Bebas dan Lepas untuk Terdakwa Kasus Korupsi Meroket di Semester I Tahun 2020
Adapun vonis bebas atau lepas pada semester pertama tahun ini mengalami lonjakan lebih dari 3 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
ICW mencatat, ada 55 terdakwa kasus korupsi yang telah divonis bebas. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan bila dibandingkan semester I-2019 yang hanya ada 17 orang.
Berdasarkan data, pengadilan negeri dengan vonis bebas terbanyak tercatat di Banda Aceh dan Medan, masing-masing 6 terdakwa.
Selanjutnya ada PN Makassar dengan 5 terdakwa yang divonis bebas. Kemudian PN Kendari, PN Manado, dan PN Pekanbaru masing-masing memberikan vonis bebas terhadap 4 terdakwa.
Baca juga: MA Diskon Hukuman Anas Urbaningrum, Daftar Koruptor yang Dapat Keringanan Tambah Panjang
Lalu PN Semarang, PN Palu, dan PN Jambi yang memberikan vonis bebas kepada 3 terdakwa. Lalu masing-masing vonis bebas terhadap 2 terdakwa di PN Bandung, PN Banjarmasin dan PN Mataram.
Terakhir, vonis bebas diberikan oleh PN Bengkulu, PN Denpasar, PN Palangkaraya, PN Palembang dan PN Tanjung Karang masing-masing terhadap 1 terdakwa.
Pensiunnya Artidjo Alkostar sebagai salah satu hakim agung di MA diikuti dengan meningkatnya tren pemberian diskon hukuman bagi para terpidana korupsi di tingkat PK.
Pada semester pertama, ICW mencatat, ada delapan terpidana kasus korupsi yang dipotong masa hukumannya oleh majelis hakim agung PK.
Baca juga: MA Potong Hukuman Terpidana Korupsi Benih, dari 9 Jadi 5 Tahun Penjara
Terbaru yaitu MA memangkas hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara pada tingkat PK.
Selain itu, ada pula nama Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud, mantan panitera PN Jakarta Utara Rohadi, mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria.
Kemudian, mantan wali kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, mantan anggota DPR Musa Zainudin, mantan direktur di Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman, dan mantan pejabat Kemendagri Sugiharto, yang juga turut dikurangi hukumannya.
“Tentu ini menggambarkan bahwa Mahkamah Agung belum sepenuhnya mendukung pemberantasan korupsi," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.