JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai Indonesia lambat dalam hal membentuk regulasi perlindungan untuk pekerja migran Indonesia (PMI).
Hal itu disampaikan Anis terkait terlambatnya ratifikasi Konvensi Internasional tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Pekerja Migran).
Indonesia baru meratifikasi konvensi yang keluar pada tahun 1990 tersebut di tahun 2012.
“Meskipun kita sudah merdeka 75 tahun, baru satu dekade lalu kita meratifikasi konvensi internasional tentang pelindungan pekerja migran dan anggota keluarganya, yang itu sudah berlaku di seluruh dunia 13 tahun, baru kita ratifikasi,” kata Anis melalui video telekonferensi, Minggu (16/8/2020).
Baca juga: Marak Praktik Perbudakan ABK WNI, Pemerintah Didesak Ratifikasi ILO 188
“Filipina sudah ratifikasi tahun 1995, kita ratifikasi 2012. Betapa terlambatnya kita,” imbuh dia.
Beberapa tahun kemudian, Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Ia menuturkan, UU tersebut sudah memiliki kemajuan dalam memberi perlindungan kepada pekerja migran, meskipun dinilai belum ideal.
Salah satu yang menjadi terobosan dalam UU itu adalah adanya sanksi pidana. Namun sayangnya, hal tersebut sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Pemerintah Akui Perlu Perbaikan dan Terobosan Terkait Perlindungan Pekerja Migran RI
“Selama dari rezim ke rezim, impunitas, kejahatan tanpa penghukuman itu berlangsung sungguh sangat lama sekali dan sanksinya hanya administrasi. Begitu ini ada sanksi pidananya, juga di-JR (judicial review),” tuturnya.
Selain itu, Anis juga menyoroti peta jalan (road map) terkait PMI yang belum dimiliki Indonesia.
Ia pun mempertanyakan arah kebijakan serta tujuan pemerintah menyangkut PMI.
“Indonesia sebagai negara yang sudah menempatkan pekerja migran sejak lama, sampai hari ini harus diakui, kita belum punya blue print. Road map kita sebenarnya mau ke mana,” ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.